TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Secara mengejutkan Mahkamah Konstitusi (MK) RI memutuskan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berstatus inkonstitusional bersyarat.
MK melarang pemerintah untuk menerbitkan aturan turunan sebelum revisi beleid tersebut disahkan dengan jangka waktu pengerjaan selama dua tahun.
Nah, salah satu kluster dalam beleid yang menggunakan mekanisme perundang-undangan omnibus law itu, terdapat kluster perpajakan.
Namun demikian, pemerintah mengklaim putusan MK tak akan menghalangi reformasi perpajakan.
Baca juga: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Diapresiasi Sejumlah Pihak, dari Politisi hingga Mantan Ketua MK
“Kalau kluster perpajakan (di UU Cipta Kerja), sudah dibuat semua peraturan turunannya,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11).
Adapun dalam UU Cipta Kerja, beberapa aturan turunan yang telah pemerintah terbitkan yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha.
Kemudian, PP Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasil atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
Baca juga: Fraksi PKS Apresiasi Putusan MK yang Menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional
Lalu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
“Jadi semua tinggal dilaksanakan saja. Kluster perpajakan aman,” tegas Yustinus Prastowo.
Pertimbangan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 atau UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dalam sidang gugatan uji formil UU Cipta Kerja, Kamis (25/11/2021)
Dalam putusannya, MK menyebut UU Cipta Kerja inkonsitusional bersyarat lantaran cacat hukum formil dimana dalam proses pembentukannya tidak sesuai dengan aturan.
Kemudian, dalam pertimbangannya, MK menilai metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan perubahan (revisi).
Tak hanya itu, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja juga dinilai tidak memegang asas keterbukaan meskipun sudah dilakukan pertemuan dengan sejumlah pihak.