TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga akhir perdagangan hari ini, Kamis (16/12/2021), kurs rupiah di pasar spot loyo. Rupiah spot ditutup di level Rp 14.362 per dolar Amerika Serikat (AS).
Ini membuat rupiah spot melemah 0,19 persen dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya di Rp 14.334 per dolar AS.
Alhasil, rupiah pun menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.
Baca juga: Omicron Masuk Indonesia, Ini Imbauan Pemerintah Terkait Karantina Pelaku Perjalanan Internasional
Hingga pukul 15.00 WIB, posisi rupiah berbanding terbalik dengan mayoritas mata uang di kawasan, Di mana, peso Filipina menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah ditutup melonjak 0,61 persen.
Berikutnya, ringgit Malaysia melonjak 0,46 persen dan won Korea Selatan sudah ditutup melesat 0,16 persen. Disusul, rupee India yang terkerek 0,10 persen.
Baca juga: Akhir Perdagangan Sesi I, IHSG Turun 0,68 Persen ke 6.581
Selanjutnya, dolar Singapura terangkat 0,03 persen serta yuan China naik 0,01 persen. Lalu ada dolar Taiwan yang menguat tipis 0,004 persen.
Sementara itu, baht Thailand berada satu tingkat lebih baik dari rupiah setelah koreksi 0,15 persen. Diikuti, yen Jepang yang turun 0,07 persen.
Kemudian masih ada dolar Hong Kong yang melemah tipis 0,004 persen terhadap the greenback pada perdagangan sore ini.
Omicron Masuk Indonesia, IHSG Anjlok hingga Sejumlah Saham Banyak Dilego Asing
Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengumumkan, seorang pekerja kebersihan (N) di Wisma Atlet terkonfirmasi positif Covid-19 varian Omicron.
Pernyataan Menkes turut berdampak pada perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Diketahui IHSG anjlok pada perdagangan sesi pertama Kamis (16/12/2021) karena kekhawatiran akan virus omicron yang telah masuk ke Indonesia.
Setelah pada awal perdagangan menguat, IHSG berbalik arah ke zona merah dengan penurunan 44,89 poin atau 0,68 persen ke level 6.581,35 hingga istirahat makan siang.
Sembilan dari 11 sektor di BEI juga tercatat turun menekan laju IHSG. Sektor yang turun paling dalam adalah sektor barang konsumer non primer 1,89 persen, sektor perindustrian 1,65 persen, sektor barang baku 1,27 persen, sektor properti dan real estate 0,92 persen, sektor barang konsumer primer 0,81 persen.