Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengeluhkan beberapa harga komoditas pangan menjelang akhir tahun ini mengalami kenaikan yang tinggi.
"Dalam catatan IKAPPI menjelang perpindahan tahun 2021 2022, beberapa komoditas di luar dugaan mengalami kenaikan yang tidak wajar dan baru pertama kali ini terjadi," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan saat dihubungi, Selasa (28/12/2021).
Baca juga: Satgas Pangan Polri Tidak Temukan Pelanggaran Hukum Soal Kenaikan Harga Bahan Pokok Sepanjang 2021
Menurutnya, harga komoditas yang mengalami lonjakan tinggi yaitu minyak goreng, cabai rawit merah, dan telur ayam.
"Tiga komoditas ini cukup mengagetkan masyarakat, khususnya emak-emak. Ini membuat kami semua menjadi cukup sulit menghadapi perpindahan tahun ini," kata Reynaldi.
"Jujur kami IKAPPI tidak menduga bahwa kenaikan harga pangan yang relatif panjang dan tinggi ini terjadi di akhir tahun 2021," sambungnya.
Baca juga: HET Sudah Ditetapkan, tapi Harga Minyak Goreng Masih Mahal, Mendag Usul Ada Subsidi Negara
Reynaldi menjelaskan, kenaikan harga minyak goreng yang signifikan belum pernah terjadi selama ini.
Hal ini terjadi, kata Reynaldi, dikarenakan harga minyak kelapa sawit (CPO) dunia melambung, sehingga harga minyak goreng curah dan kemasan ikut naik.
"Kami berharap pemerintah mengantisipasi dan melakukan upaya lanjutan, sehingga tahun 2022 minyak goreng segera bisa turun harganya," tuturnya.
Untuk cabai rawit merah, kata Reynaldi, merupakan komoditas yang rutin terjadi kenaikan harga di akhir tahun, karena cuaca dan tidak seimbangnya permintaan dengan pasokan.
"Kami berharap ke depan ada grand design pangan, strategi pangan untuk cabai rawit merah agar wilayah-wilayah produksi cabai rawit merah bisa di perbanyak dan bisa di selesaikan persoalan ini, sehingga tidak kunjung tinggi harganya setiap tahun, tahun lalu sudah terjadi mencapai Rp 100 ribu per kilo, hari ini terjadi kembali bahkan Rp 100 ribu lebih per kilo gram," ujar Reynaldi.
Sementara untuk harga telur ayam yang biasanya Rp 23 ribu sampai Rp 24 ribu per kilo gram, Reynaldi menyebut saat ini tembus Rp 30 ribu per kilo gram
"Ini adalah pencapaian yang menurut kami buruk dan kami berharap agar harga telur bisa diantisipasi dengan strategi design telur dan ayam yang baik ke depan," pungkasnya.
"Tiga catatan ini membuat kami memberikan rapot merah kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian," tambah Reynaldi.
Puan: Ibu Rumah Tangga Sudah Banyak yang Mengeluh
Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti tingginya harga sejumlah bahan pangan pokok di penghujung 2021.
Oleh karenanya, Puan meminta pemerintah segera mengatasi persoalan tersebut, mengingat lonjakan harga bahan pangan pokok akan membuat masyarakat semakin sulit.
Baca juga: Satgas Pangan Polri Tak Temukan Pelanggaran Hukum soal Kenaikan Harga Bahan Pokok di 2021
“Pemerintah perlu segera mengendalikan harga bahan pangan pokok di akhir tahun ini. Beberapa bahan pangan pokok seperti minyak goreng, cabai, bawang dan telur ayam harganya sangat tinggi melebih akhir tahun sebelumnya,” ungkap Puan dikutip dari website resmi DPR RI, Selasa (28/12/2021).
Dimana per 24 Desember 2021 kemarin, harga minyak goreng di pasaran jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 11.000/liter.
Bahkan untuk minyak goreng kemasan sudah ada yang mencapai harga Rp 20.000/liter. Harga bahan pangan pokok yang melambung tinggi lainnya, cabai rawit merah, telur ayam ras, dan bawang merah.
Puan menuturkan, dengan kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut akan berdampak kepada masyarakat terutama mereka yang berpenghasilan kecil.
Baca juga: Menanti Langkah Pemerintah Terapkan Subsidi Minyak Goreng, Mampukah Menekan Tingginya Harga?
"Ibu-ibu rumah tangga sudah banyak mengeluh, harga cabai rawit merah di sejumlah daerah sudah ada yang mencapai Rp 140.000/kg. Ini sudah melebihi harga daging,” ucapnya.
Permasalahan naiknya harga-harga bahan pangan di akhir tahun tak cukup hanya diselesaikan di tahun ini, namun perlu diselesaikan untuk waktu-waktu ke depan. Mengingat, fenomena ini selalu berulang dan perlu upaya penyelesaian yang komprehensif.
Maka perlu adanya sinergi kebijakan antar sektor baik dari sisi hulu maupun hilir, dari sektor produksi dan perdagangan.
Puan juga mengingatkan, pemulihan ekonomi nasional di tengah situasi pandemi Covid-19 membutuhkan kebijakan yang dapat memberikan perlindungan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pada saat yang bersamaan mendorong dunia usaha, sektor riil dan UMKM dapat bergerak kembali dalam inflasi yang terkendali.