News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

CORE: Produk Impor Masih Mendominasi Transaksi di E-Commece Indonesia

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyatakan, transaksi e-commerce Indonesia masih didominasi oleh produk impor.

"Karena Indonesia belum siap dari sisi produksi. Distribusi produk-produk yang ada di e-commerce belum mengoptimalkan potensi produksi dalam negeri," ujar pendiri sekaligus ekonom senior CORE Indonesia Hendri Saparini, Jumat (31/12/2021).

Selain itu, ucap Hendri, pesatnya penetrasi digitalisasi di Indonesia belum memberi dampak signifikan pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat.

Ia berpendapat bahwa internet memiliki potensi yang sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Tahun Depan, Transaksi e-commerce Diperkirakan Mencapai Rp 530 Triliun

"Meskipun demikian, di beberapa peningkatan penetrasi internet yang lumayan signifikan belum berdampak cukup besar terhadap peningkatan PDB per kapita," ujarnya.

Hendri mengutip data Bank Dunia, di mana pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2020 mengalami penurunan, yaitu semula US$ 4.050 pada tahun 2019, menjadi US$ 3.879 pada tahun 2020.

Baca juga: Inovasi Logistik Bantu Topang Ekosistem E-Commerce Indonesia

"Perlu ada dorongan kebijakan yang mengubah pola penggunaan internet, terlebih Indonesia merupakan pengguna e-commerce tertinggi di dunia," ucap Hendri.

Padahal, lanjut dia, masyarakat menggunakan 12,66% dari gajinya untuk berbelanja secara daring. Dengan presentase ini, Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah China dan Meksiko.

Baca juga: 88,1 Persen Netizen Belanja di E-Commerce, UMKM Diajak Manfaatkan Platform Digital

Hendri berujar, Pemerintah dapat memanfaatkan fintech untuk meningkatkan pembayaran pajak dan transparansi sehingga dapat meminimalisir potensi korupsi.

"Fintech juga dapat digunakan untuk penyaluran bansos, sekaligus dapat mengumpulkan big data penerima bansos, sehingga dapat digunakan untuk analisis kebutuhan ekonomi-sosial lebih lanjut," katanya.

Dengan anggaran sebesar Rp50 triliun, menurut Hendri, dapat mendorong produksi pangan yang dikolaborasikan dengan pemanfaatan anggaran pengembangan UMKM dan Kartu Prakerja.

"Digitalisasi harus didorong lebih inklusif dan jangan sampai digitalisasi ekonomi mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja atau bahkan mendorong kenaikan angka pengangguran," imbuh Hendri.

Ia mencontohkan, Peer to peer (P2P) lending misalnya jangan sampai mendestruksi Lembaga keuangan mikro (LKM). Karenanya perlu melakukan inovasi untuk merangkul LKM tersebut dengan mendorong digitalisasi pada kelompok-kelompok LKM tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini