Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Maritim, Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, pelarangan ekspor sementara batubara, selain mendukung ketahanan energi, akan menghidupkan kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan transportasi angkutan laut.
Utamanya bagi kapal-kapal pengangkut batubara ke berbagai daerah pertambangan batubara di Indonesia dengan tujuan ke pelabuhan yang terdekat dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT PLN.
"Kebijakan pemerintah ini secara tidak langsung akan menggerakkan perekonomian lokal terutama di sektor maritim.
Baca juga: Larangan Ekspor Batubara, Akan Ada Kehilangan Besar, YLKI: Kepentingan Nasional Lebih Tinggi
Karena dengan begitu, utilisasi kapal-kapal pengangkut batubara di dalam negeri bisa lebih dimaksimalkan," kata Marcellus Hakeng dalam keteranganya kepada wartawan, Senin (3/1/2022).
Hakeng melihatnya kebijakan ini sebagai sebuah stimulus dan kado tahun baru bagi pengusaha kapal domestik di Indonesia dari pemerintah, terutama bila dikaitkan dengan efek pandemi covid-19 yang masih dirasakan oleh para pengusaha.
Baca juga: Harga Jual Batubara untuk Listrik Dipatok 70 dolar AS per Ton, Ini Penjelasan Kementerian ESDM
"Jika Kepmen itu dipatuhi, maka pengangkutan batubara melalui laut bisa terus berjalan secara berkesinambungan.
Pengusaha angkutan laut dalam negeri juga dapat bertahan karena armadanya beroperasi dan memberi efek juga ke para pelaut yang bekerja di kapal-kapal tersebut.
Ingat, kepentingan nasional harus lebih diutamakan. Berapa pun nilainya, ketahanan energi nasional harus diutamakan," kata Hakeng.
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) ini meminta kebijakan ini bisa lebih tegas lagi.
Baca juga: Rupiah Dibuka Melemah di Awal Tahun, Pagi Ini Jadi Rp 14.268 per Dolar AS
Apalagi Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang mengatur lebih spesifik tentang kewajiban pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu minimal 25 persen dari rencana produksi yang disetujui dan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar US$70 per metrik ton.
"Untuk itu Pemerintah perlu menegaskan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi untuk patuh terhadap pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri," katanya.
Hakeng mendukung ketegasan Direktorat Hubungan Laut yang meminta Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama; para Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama; Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam; para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan dan para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk kapal pengangkut batubara ekspor.
"Pihak-pihak tersebut agar memantau pergerakan kapal pengangkut batubara ekspor. Apabila ada yang melanggar aturan larangan ekspor batubara sementara ini harus ditindak tegas," kata Hakeng.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengeluarkan surat Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, tentang hal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum.
Kemudian diikuti dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara juga mengeluarkan surat Nomor B- 1611/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, tentang hal Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
Surat yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM terkait pelarangan sementara ekspor batu bara itu juga diperkuat dengan dikeluarkannya surat dari Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada tanggal yang sama yaitu 31 Desember 2021. Surat dengan Nomor UM.006/25/20/DA-2021 tersebut berisikan pelarangan sementara pengapalan ekspor muatan batu bara tersebut.
Surat ditujukan kepada para Direktur Utama Perusahaan Angkutan Laut Nasional dan para Direktur Utama Perusahaan Nasional Keagenan Kapal untuk tidak melayani pengapalan muatan batu bara yang akan diekspor dengan kapal yang dimiliki/dioperasikan dan/atau diageni selama periode 1 Januari s.d. 31 Januari 2022.