Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Batubara Selaras Sapta (BSS) siap memacu produksi batu bara di tahun 2022 ini di tengah munculnya berbagai regulasi baru di bidang energi dan kelistrikan seiring dengan naiknya harga komoditas mineral di pasar dunia.
Mulai tahun ini, BSS akan menggenjot produksi demi memenuhi permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri.
Direktur Utama BSS Revli Mandagie mengatakan, perusahaannya sudah memasuki tahap produksi sejak 3 Desember 2019 dalam jangka waktu 30 tahun pertama dan opsi perpanjangan 2x10 tahun.
Baca juga: Soal Larangan Ekspor Batu Bara, Pemerintah Harus Konsisten dan Tegas Terapkan DMO
Sebagai pemegang konsesi PKP2B generasi III, terhitung sejak 20 November 1997, BSS mengalami berbagai dinamika bisnis.
Angin segar didapat usai mendapatkan legalitas berdasarkan PK Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor: 168/PK/PDT/2016, tanggal 15 Juni 2016, dan telah dilaksanakan eksekusi melalui Penetapan Eksekusi nomor: 250/PDT.P/2019/PN.JKT.PST tanggal 23 September 2019.
Baca juga: Pengamat: Larangan Ekspor Batu Bara akan Membangkitkan Sektor Angkutan Laut Domestik
Revli menjelaskan, susunan pemegang saham perseroan berdasarkan PK MA adalah :
1. Aan Rustiawan 1400 lembar
2. Revli Orelius Mandagie 700 lembar
3. KRM Japto Sulistio Suryosumarno 700 lembar
4. Herman Afif Kusumo 700 lembar
Adapun susunan pengurus terdiri dari Direktur Utama dijabat oleh Revli Orelius Mandagie, posisi direktur oleh Rivat Argoebie dan Ali Rahman. Sementara susunan komisaris dijabat oleh Herman Afif Kusumo sebagai Komisaris Utama dan Aan Rustiawan serta Japto Sulistio Suryosumarno masing-masing sebagai komisaris.
Revli Mandagie dalam kesempatan yang sama berharap agar penyelesaian administrasi hukum di Kementerian Hukum dan HAM RI, dan penyesuaian data MODI di Kementerian ESDM dapat segera terlaksana sesuai amar Putusan PK MA RI tersebut.
Dia menambahkan, lokasi PKP2B, PT BSS di Kabupaten Paser Panajam Kalimantan Timur merupakan daerah penyangga utama Ibu Kota Negara yang baru sehingga ke depan berencana mempersiapkan pengembangan Clean Coal Integrated Energy demi menunjang konversi PLTU dalam program pengurangan emisi karbon.