Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mencopot Andy Saleh Bratamihardja sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Angkasa Pura I.
Hal tersebut diketahui dari surat bernomor AP.I.0230/KU.09.04/2022/DUS-B, perihal Penyampaian Informasi Perubahan Direksi PT Angkasa Pura I.
Dalam surat ini, Erick menunjuk Yudi Rizkyardie Darun untuk mengisi kursi jabatan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko perusahaan pengelola bandara tersebut.
“Pada tanggal 6 Januari 2022 telah diputuskan pemberhentian dengan hormat Sdr. Andy Saleh Bratamihardja sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Angkasa Pura I yang diangkat berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-74/MBU/03/2020 tanggal 13 Maret 2020 jo Nomor: SK-208/MBU/06/2021 tanggal 28 Juni 2021,” jelas Perseroan dalam keterangan yang diperoleh Tribunnews, Senin (10/1/2022).
Baca juga: Garap Potensi Pasar di Selat Malaka, Tiga BUMN Sinergi Kembangkan Logistik Hub di Kuala Tanjung
“Perubahan Direksi tersebut bertujuan untuk mendukung penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di PT Angkasa Pura I,” sambungnya.
Pencopotan yang dilakukan Menteri Erick ini di saat Angkasa Pura I memiliki utang yang cukup jumbo.
Jelang akhir tahun lalu, Direktur Utama PT Angkasa Pura I, Faik Fahmi membenarkan bahwa perusahaan yang dipimpinnya memiliki utang, yang jumlahnya Rp28 triliun.
“Kita memang ada utang kepada kreditur dan investor sampai dengan bulan November 2021 itu Rp28 Triliun. Jadi bukan Rp35 triliun,” ujar Faik dalam konferensi pers Angkasa Pura I, Rabu (8/12/2021).
Baca juga: BUMN Operasi Pasar, Erick Thohir Targetkan 1,2 Juta Liter untuk Turunkan Harga Minyak Goreng
Selain dengan kreditur dan investor, Faik juga menyebutkan bahwa Perseroan juga memiliki kewajiban pembayaran kepada karyawan dan supplier sekitar Rp4,7 triliun.
Sehingga totalnya senilai Rp32,7 triliun.
Bos AP I ini juga membeberkan alasan mengapa BUMN pengelola bandara ini memiliki utang jumbo.
Faik menjelaskan, pandemi Covid-19 yang mulai terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 berdampak terhadap penurunan drastis trafik penumpang di 15 bandara Angkasa Pura I.
Sebagai gambaran, pada 2019, trafik penumpang di bandara Angkasa Pura I mencapai 81,5 juta penumpang.
Baca juga: Krisis Energi PLN Memakan Korban, Direktur Energi Primer Rudy Hendra Prastowo Dicopot Menteri BUMN
Namun ketika pandemi Covid-19 melanda pada awal 2020, trafik penumpang turun menjadi 32,7 juta penumpang dan pada 2021 ini diprediksi hanya mencapai 25 juta penumpang.
Ditambah lagi, pandemi Covid-19 melanda pada saat Angkasa Pura I tengah dan telah melakukan pengembangan berbagai bandaranya yang berada dalam kondisi lack of capacity.
Seperti Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo (YIA) yang menghabiskan biaya pembangunan hampir Rp12 triliun, Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin yang menghabiskan biaya pembangunan sebesar Rp2,3 triliun, dan juga pengembangan bandara-bandara lainnya.
Di mana kesemuanya dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi.
Adanya pandemi Covid-19 membuat kondisi keuangan dan operasional perusahaan mengalami tekanan cukup besar.
Pendapatan 2019 yang mencapai Rp8,6 triliun anjlok di 2020, di mana perusahaan hanya meraih pendapatan Rp3,9 triliun dan diprediksi pada 2021 ini pendapatan juga akan mengalami sedikit penurunan akibat anjloknya jumlah penumpang yang hanya mencapai 25 juta orang.
“Kenapa utangnya besar? karena memang sebelum pandemi covid-19 kita sedang sibuk membangun 10 Bandara untuk menyelesaikan masalah lack of capacity,” ujar Faik.
“Untuk membiayai pengembangan 10 bandara tersebut, kami tidak menggunakan dana APBN atau PMN (penyertaan modal negara), tetapi menggunakan dana internal dan melalui eksternal melalui kredit sindikasi perbankan dan obligasi,” pungkasnya.