TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Sihar Sitorus, mempertanyakan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang hanya menyisakan hasil produksi CPO sebesar 20 persen saja untuk menciptakan stabilisasi harga minyak goreng di dalam negeri.
Menurutnya angka itu sangat berbanding terbalik dengan status keberadaan dari minyak goreng yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak, potongan minyak goreng tentu tidak boleh berkurang. Melalui proses eliminasi, maka loyang lain lah yang harus tergerus," ujar Sihar dalam keterangannya, Kamis (3/2/2022).
Baca juga: Kebakaran dan Dugaan Penimbunan Minyak Goreng di Ciracas, Polisi Periksa Saksi, Undang Puslabfor
Hal itu menurutnya, tidak akan mampu menjawab permasalahan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang terus terjadi setiap tahunnya, sekalipun Pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi minyak goreng seperti yang dilakukan pada saat ini.
Sebagai upaya mensiasati lonjakan harga minyak goreng yang sebelumnya melambung tinggi pada akhir 2021 dengan harga Rp 20.500 per liter disubsidi menjadi Rp 11.500 per liter.
Sehingga, Sihar menyarankan sebaiknya pemerintah memikirkan, kebijakan lain yang bersifat sistematik dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng.
Di antaranya melalui upaya Optimalisasi Holding di PT Perkebunan Nusantara (PTPN), hal itu diyakini dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng.
Dengan membeli TBS dari petani serta melepaskan stok CPO untuk pasar domestik.
Baca juga: Minyak Goreng Murah Masih Langka di Pasar Tradisional, Pedagang: Di Televisi Aja Katanya Murah
Mengingat data pada tahun pada 2020 lalu, hasil produksi CPO dari Holding PTPN mencapai 2,38 juta ton.
"Pertama, Optimalisasi Holding PTPN dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. Bukankah peran BUMN tidak melulu mencari keuntungan tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat?," ucap Sihar.
Selain itu, dirinya juga menawarkan pilihan kedua yakni melalui upaya penurunan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi.