TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan kini dalam tekanan setelah merilis aturan baru yang mengatur Jaminan Hari Tua (JHT) pekerja hanya bisa diambil setelah si pekerja berusia 56 tahun.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau Permenaker Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tentu mendapat penolakan dari para buruh karena sangat memberatkan mereka.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo pun meminta agar Menaker Ida Fauziyah mengkaji ulang keputusan tersebut.
Baca juga: KSPI: Buruh akan Gelar Demo di Depan Gedung Kemnaker Jika Aturan JHT Cair Usia 56 Tahun Tak Dicabut
Dengan memperhatikan UU No. 15 tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mengingat keputusan tersebut dibuat untuk dapat dilaksanakan.
"Meminta Kemenaker, melakukan dialog dengan para akademisi dan counterpart terkait penjelasan mengenai bagaimana implementasi dari putusan tersebut kepada masyarakat, khususnya pekerja yang memang sedang mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan uang tersebut, dikarenakan berdasarkan aturan yang ditetapkan tersebut, JHT sebagai jaminan untuk kepastian finansial di hari tua," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan persnya, Senin (14/2/2022)..
Selain itu ketua MPR juga meminta Kemenaker, menyosialisasikan keputusan tersebut disamping juga menerima masukan terkait manfaatnya bagi pekerja, dan keberlangsungan program JHT ke depannya.
Baca juga: Pernyataan Kemenaker Terkait JHT Cair Pada Usia 56 Tahun, KSPI Minta Aturan Itu Dicabut
MPR meminta Kemenaker secara mendalam memperhatikan dampak-dampak yang diterima masyarakat, seperti pekerja yang saat ini kesulitan atau bahkan yang baru kehilangan pekerjaan imbas pandemi covid, agar keputusan tersebut dapat direvisi kembali disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini.
Bamsoet juga meminta Kemenaker, menjelaskan mengenai maksud dan tujuan terobosan Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP sebagai dana yang bisa dicairkan oleh masyarakat yang mengalami kesulitan atau diberhentikan imbas pandemi, termasuk persyaratan dan tata cara pengajuannya.
"MPR menilai, JKP belum cukup mengakomodir kebutuhan pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja/PHK," ujarnya.
Pernyataan Kemenaker
JHT kini jadi polemik setelah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Aturan baru Menaker tersebut menyebutkan bahwa pekerja/buruh baru bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) pada saat berusia 56 tahun.
Hal ini membuat para buruh menolak, karena dalam permenaker sebelumnya JHT bisa diklaim setelah satu bulan usai pekerja tersebut mengundurkan diri dari tempat bekerja.
Baca juga: Pengambilan JHT di Usia 56 Tahun Tidak Tepat Karena Marak Kerja Kontrak dan Outsourcing
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).