Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran teknologi digital terhadap perekonomian diperkirakan akan semakin besar.
Research Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, saat ini pergerakan ekonomi sudah tidak lagi terbatas ruang dan waktu.
Jika dua puluh tahun lalu, untuk melakukan transaksi keuangan sangat bergantung pada jam operasional perbankan.
Baca juga: Kegiatan Ekonomi Berbasis Digital Diharapkan Menjadi Solusi Atasi Kesenjangan
“Sedangkan saat ini sudah tidak terbatas. Mau transfer atau belanja jam dua pagi juga bisa,” kata Piter dalam Webinar Menakar Ekonomi Digital dan Prospek Saham Teknologi di Pasar Modal Indonesia secara virtual, Selasa (22/2/2022).
Cepatnya pergerakan ekonomi digital ini tidak terlepas dari peran perusahaan-perusahaan yang begerak di bidang teknologi.
Menurut Piter, di era digital yang serba cepat dan tidak terbatas ini, para perusahaan teknologi memiliki kesempatan untuk masuk ke semua sektor.
Baca juga: Kegiatan Ekonomi Berbasis Digital Diharapkan Menjadi Solusi Atasi Kesenjangan
Namun untuk memenangkan persaingan di sektor ini menurutnya tidak mudah. Harus memiliki ekosistem yang kuat yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan konsumen atau penggunanya.
“Dalam konsep ekonomi digital ini, kita harus mengenal ekosistem digital, jadi bukan perusahaan tunggal. Sehingga, untuk memenangkan persaingan, harus bersinergi dengan perusahaan lain di bidang yang berbeda untuk membentuk ekosistem agar menjadi kuat," ujarnya.
Ia mencontohkan, PT Bank Jago Tbk (JAGO), karena dianggap sebagai perintis awal yang membentuk ekosistemnya di persaingan bank digital. Perusahaan GoTo yang dikabarkan akan melaksanakan Initial Public Offering (IPO) juga dinilai memiliki ekosistem yang kuat karena sudah berada di posisi yang cukup mapan di dalam persaingan.
Selain bisnis yang sudah sangat terintegrasi dalam satu ekosistem yang besar, GoTo juga terus meningkatkan value perusahaan dengan mengoptimalkan semua peluang yang ada di dalam ekosistemnya itu. Contohnya adalah strategi Gojek dan Toba Bara membentuk electrum, sebuah ekosistem kendaraan listrik.
Kehadiran Electrum yang akan mengembangkan bisnis dari hulu sampai hilir ini merupakan upaya optimalisasi Gojek yang kini memiliki mitra pengendara motor lebih dari 1 juta.
"Ini bisnis yang luar biasa besar, sehingga nanti akan semakin memperkuat bisnis yang sudah ada dan meningkatkan loyalitas dan branding dari GoTo. Jika nantinya GoTo go publik, mereka juga dapat dikenal sebagai emiten green di pasar modal Indonesia," tutur Piter.
Founder & CEO Emtrade Ellen May mengatakan, performa saham teknologi di tahun lalu meningkat sangat signifikan dibandingkan dengan sektor lainnya. Selain faktor pandemi yang membuat kebutuhan akan terknologi meningkat, juga dikarenakan perkembangan dari bisnis perusahaan-perusahaan teknologi tersebut.
Contohnya saja seperti PT DCI Indonesia (DCII) dan PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) yang pergerakan sahamnya cukup tinggi. Lalu perusahaan logistik ASSA, yang menerapkan teknologi dalam bisnisnya, pertumbuhan juga luar biasa.
“Jadi tahun ini saya yakin tren sektor teknologi ini akan terus berlanjut, meskipun tetap akan ada up and down,” katanya.
Optimisme itu juga didorong dengan adanya perusahaan teknologi seperti GoTo yang dikabarkan akan IPO pada tahun ini.
Menurut Ellen, IPO besar seperti GoTo, dipastikan akan menambah bobot dari sektor teknologi dalam perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Dengan bertambahnya bobot sektor teknologi pada perhitungan IHSG, saya yakin portofolio dari fund manager, asset management, reksadana dan lainnya, akan menambah portofolio pada sektor teknologi. Karena bagaimana pun mereka akan menggunakan IHSG ini sebagai tolak ukur dan tidak mau returnnya jauh beda dengan IHSG, bahkan kalau bisa lebih bagus,” ujarnya.
Sehingga, lanjut Ellen, jika saham ini memiliki kapitalisasi yang besar dan free floatnya besar, maka investor harus memiliki saham tersebut. Hal itu akan berdampak pada supply and demand terhadap saham teknologi.
“Kalau misalkan mereka harus rebalancing portofolio dan mengisi prortofolionya dengan saham-saham teknologi, maka demand terhadap saham-saham teknologi akan menjadi lebih besar dan menjadi dorongan bagi saham teknologi ini aktif. Tapi saya tidak bilang melulu naik,” tuturnya.