Pemerintah kata Indra juga telah menyiapkan strategi pengembangan jagung. Pertama, melalui perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Misalnya dengan pembukaan areal tanam baru (PATB). pengembangan jagung wilayah khusus bekerjasama dengan Perhutani, Inhutani, BUMN, Perusahaan Perkebunan, Perusahaan Pakan ternak, Lembaga pemerintah, Lembaga non pemerintah, dan lainnya.
Kedua, peningkatan intensifikasi. Diantaranya dengan penggunaan benih produktivitas tinggi, pengunaan pupuk berimbang, meningkatkan pemanfaatan lahan/peningkatan IP lahan. “Dengan terbatasnya anggaran, kami juga mendorong petani untuk memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat melalui korporasi petani,” katanya.
Sementara itu Dean Novel, petani jagung di Lombok menilai, dari sisi hulu sebenarnya bagi petani sudah tidak ada masalah. Namun yang dirasakan petani saat ini adalah dari sisi hilir yakni pasca panen dan pasar, terutama soal harga jagung.
Karena itu ia berharap pemerintah membuat patokan harga jagung yang terstandarisasi seperti di luar negeri. Dengan adanya kepastian harga, petani mempunyai insnetif untuk berusaha tani. “Pemerintah melihat harga jagung sekarang sudah cukup mahal di atas HPP. Tapi pertanyaannya cara menghitung HPP itu seperti apa?” tegasnya.
Bahkan Novel memprediksi tahun ini harga jagung akan tinggi sebagai dampak biaya produksi petani yang naik. Faktor penyebabnya, pupuk subsidi sedikit, sehingga banyak petani menggunakan pupuk non subsidi yang harganya mencapai Rp 12 ribu/kg, belum lagi biaya obat-obatan ditambah pertanaman pada musim hujan.
Karena itu Novel mengingatkan jika pemerintah merevisi HPP jagung, maka harus hati-hati. Bahkan ia mengusulkan agar HPP jagung jangan bersifat nasional, tapi regional, karena kondisi setiap daerah berbeda. “Tahun ini saya perkirakan kondisinya akan sama dengan tahun 2021, biaya produksi petani cukup mahal,” ujarnya.
artikel ini sudah tayang di KONTAN dengan judul Perum Bulog Menyatakan Siap Menjaga Stabilitas Pasokan Jagung