TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi mogok jualan yang dilakukan pedagang daging sapi di Pasar Kramat Jati, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur untuk memprotes mahalnya harga dikeluhkan warga.
Irfan (35), seorang pembeli daging sapi di Pasar Kramat Jati mengaku keberatan dengan mogok yang dilakukan mulai Senin (28/2/2022) hingga Jumat (4/3/2022) karena mempengaruhi kebutuhan.
"Keberatan juga sih, karena kebutuhan untuk makan sehari-hari juga kan. Apalagi minggu kemarin pedagang tempe, tahu juga mogok," kata Irfan di Pasar Kramat Jati.
Pasalnya selain untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, daging sapi banyak dibutuhkan pedagang rumah makan seperti bakso, soto daging, dan penjual nasi padang.
Di satu sisi dia mengakui harga daging sapi yang sekarang berkisar Rp 130 ribu per kilogram membuat warga kesulitan karena terjadi di saat harga komoditas lain seperti minyak goreng yang harganya juga naik.
"Ini tadi saya beli daging sapi setengah kilogram Rp 65 ribu, padahal biasanya Rp 55 ribu. Memang ada kenaikan dan memberatkan, tapi karena kebutuhan ya tetap beli," ujarnya.
Irfan masih dapat berbelanja daging sapi di Pasar Kramat Jati karena hari ini masih ada segelintir pedagang yang masih berjualan dan belum ikut melakukan mogok serentak.
Di antaranya Ape (48), yang menuturkan masih berjualan karena memiliki sisa dagangan hasil belanja dari tempat pemotongan hewan pada Minggu (27/2/2022).
Menurutnya bukan hanya pedagang yang melakukan aksi mogok, tapi tempat pemotongan hewan milik perorangan juga melakukan hal serupa untuk mempromosikan mahalnya harga.
"Kalau dulu memang semua pedagang itu beli di rumah pemotongan yang di Cakung. Tapi sekarang sudah banyak tempat, enggak seperti dulu. Ini saya jualan juga barang sisa kemarin," tutur Ape.
Pantauan di los pedagang daging sapi yang berada di lantai dua Pasar Kramat Jati lapak penjual tampak sepi karena mayoritas penjual sepakat melakukan aksi mogok dagang.
Pisau daging dan kayu alas potong yang digunakan pedagang daging sapi untuk berjualan dibiarkan tergeletak begitu saja di kios, sementara jumlah pembeli terpantau sedikit.
Ketua Pengurus Wilayah Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Sapi Indonesia (JAPPDI) Asnawi mengatakan, asosiasi pedagang daging sapi itu ada dua JAPPDI dan Asosiasi Pedagang Daging Indonesia atau APDI, di mana JAPPDI lebih mengutamakan komunikasi serta solusi.
"Kami tetap komit berdagang, teman saya di pasar Kramat Jati motong dan dagang hari ini, kemudian teman saya di pasar dekat Cipinang juga menyampaikan informasi tetap dagang," kata Asnawi.
Menurutnya, JAPPDI lebih mendahulukan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait kenaikan harga daging, di mana selama ini masyarakat menilai mahalnya harga daging akibat dinaikkan oleh pedagang.
"Dengan isu mogok, masyarakat jadi tahu bukan pedagang yang menaikkan harga tapi dari peternak dan RPH itu sudah mahal, di RPH itu harga Rp 106 per kilo," kata Asmawi.
Jika harga di RPH sudah Rp 106 per kilo gram, ditambah harga pokok produksi (HPP) maka harga sampai di konsumen paling rendah Rp 130 per kilo gram.
"Itu sudah tipis keuntungan pedagang, tapi masyarakat jadi tahu harga ini bukan pedagang yang menaikkan, mereka datang ke pasar sudah siap dengan harga sekarang," tuturnya.
Selain itu, Asmawi menyebut munculnya isu mogok pastinya disikapi oleh pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memerintahkan jajarannya mengendalikan harga daging sapi.
Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta Mufti Bangkit Sanjaya pun berharap pemerintah memberikan subsidi.
Pasalnya, para pedagang sudah tidak sanggup lagi menanggung kerugian akibat melambungnya harga pokok penjualan (HPP).
"Semoga harga daging dapat disubsidi oleh pemerintah seperti komoditi pangan lainnya agar masalah tuntas tidak terulang tiap tahunnya tanpa ada solusi konkret dan tepat juga solutif untuk para pedagang dan tentunya masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Sejumlah Warung Bakso di Tangsel Tutup Sementara Karena Pedagang Daging Sapi Mogok Jualan
Pemberian subsidi ini pun dinilainya sebagai langkah konkret dalam mengatasi masalah kenaikan harga daging ini.
Sebab, harga daging sapi segar di Jakarta terlalu tinggi, sementara daya beli masyarakat masih tergolong rendah.
Menurutnya, kemampuan maksimal dalam membeli daging sapi hanya berkisar di harga Rp 120 ribu.
Hal ini pun menjadi ironi lantaran para pedagang mendapat daging sapi segar di angka Rp 130 ribu.
Kondisi ini pun membuat pedagang berada di posisi yang tidak menguntungkan lantaran harga daging sudah di atas daya beli masyarakat.
"Tentunya kami rugi, dilematika kalau harus melihat breakdown modal para pedagang dan biaya operasional lainnya," ujarnya.
Untuk itu, ia menilai pemberian subsidi ini merupakan langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengatasi ini.
"Harapannya para stakeholder baik dari para importir dan maupun instansi terkait tidak melahirkan solusi yang keputusannya hanya bertujuan kompromis dengan menahan gejolak sesaat saja," tuturnya.
"Karena hal ini hanya akan menambah derita dan pilu pedagang saja, harus ada goodwill untuk kebaikan semua," tambahnya menjelaskan.
Guna mengatasi kelangkaan dan naiknya harga daging, Pemprov DKI melalui BUMD Perumda Dharma Jaya menyiapkan 130 ton daging sapi beku.
Dirut Perumda Dharma Jaya Raditya Endra Budiman mengatakan, ratusan ton daging beku ini disiapkan untuk membantu masyarakat memberikan pilihan daging yang terjangkau untuk kebutuhan sehari-hari.
"Untuk harga dagingnya masih di bawah harga di pasaran mulai Rp 115.000 sampai Rp 130.000 per kilogram, tergantung jenis dagingnya dan kecuali daging khusus seperti Shortplate, Sirloin Angus, Sirloin Steak Cutting, Teriyaki Slice," ucapnya.
Anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini mengakui, daging beku selama ini belum dilirik oleh masyarakat.
Padahal, daging ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan daging segar yang selama ini jadi pilihan masyarakat.
Ia pun menyebut daging beku lebih aman dikonsumsi lantaran proses pembekuan dapat meminimalisir dan mencegah pertumbuhan kuman atau bakteri.
Selain itu, kandungan nutrisi pada daging beku lebih tahan lama dibanding daging segar.
"Daging segar itu cepat busuk. Daging mentah yang dibiarkan disimpan pada suhu biasa tanpa pendinginan lebih dari enam jam, maka akan tercium bau busuk," ujarnya.
Bagi masyarakat yang berminat, bisa membelinya di Toko Daging Dharma Jaya dengan cara datang langsung ke Kantor Perumda Dharma Jaya di Jalan Penggilingan Raya, Cakung, Jakarta Timur.
Tak hanya itu, masyarakat juga bisa memesan secara online di marketplace dengan nama official store 'Toko Daging Dharma Jaya'.
"Warga tidak perlu khawatir, Dharma Jaya tetap memastikan pasokan daging-daging yang lebih murah sebagai pilihan bagi masyarakat Jakarta," kata Raditya.
Untuk mengetahui informasi terkini tentang pangan, mulai dari jenis pangan dan harga, masyarakat bisa langsung mengunjungi website https://infopangan.jakarta.go.id.
Pembeli Kabur
Terpisah, Helmawati (48), pemilik rumah makan padang Mitra Mandiri di Kelurahan Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur mengaku khawatir selama rencana aksi mogok pedagang daging pelanggan bakal berkurang.
Pasalnya daging sapi merupakan bahan dasar untuk membuat masakan rendang.
Sajian yang digemari banyak warga dan menjadi ciri khas dari setiap usaha rumah makan padang.
"Makanya itu enggak kebayang, orang kan nanya rendang kok enggak ada? pergi deh enggak jadi beli" kata Helmawati.
Selain sebagai lauk, bumbu pada sajian rendang pun turut jadi ciri khas karena selalu ada pada setiap pesanan tanpa mengenal lauk bila bersantap di rumah makan padang.
Karenanya di saat harga daging sapi mencapai Rp 140 ribu per kilogram pengusaha rumah makan padang sepertinya tetap rela merogoh kantong lebih dalam untuk belanja daging.
"Rendang itu kan ciri khasnya, kalau enggak ada rendang. Orang akan bilang lah kok ini warung makan Padang atau bukan? Berharap biar harga cepat turun, jadi enggak ada mogok," ujarnya.
Baca juga: Pedagang Daging Sapi di Bekasi Akan Mogok Jualan Selama Lima Hari
Tengku Biismi (51), suami Helmawati yang ikut mengelola Rumah Makan Padang Mitra Mandiri menuturkan khawatir bila harga daging sapi tidak kunjung turun maka menurunkan daya beli warga.
Terlebih kenaikan harga daging sapi terjadi dalam waktu singkat, dari yang sebelumnya berkisar Rp 120 ribu per kilogram melonjak jadi Rp 140 kilogram hanya dalam waktu kurang dari satu bulan.
"Kalau sekarang saja harganya segini apalagi bulan Puasa nanti, bisa lebih mahal dari sekarang. Sekarang kita keluar modal untuk beli daging sapi juga lebih mahal," tutur Tengku.
Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengunjungi Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) dan para Pedagang sapi di Pasar Klender, Jakarta Timur.
Dalam kunjungan tersebut, Arief bertemu secara langsung dan mendengar aspirasi para pedagang sapi di Pasar yang mengeluhkan kenaikan harga daging sapi di pasaran.
"Stop dulu niat liburnya ya, agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan daging dengan mudah," kata Arief kepada para pedagang.
Dia pun menyampaikan kepada para pedagang bahwa persoalan harga daging dalam proses pembahasan pemerintah.
Pertemuan itupun diyakini pedagang lantaran secara langsung dihadiri secara daring oleh Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi.
"Pemerintah telah mengupayakan percepatan untuk mengatasi komoditas daging," ucap Arief.
Menurutnya hal ini juga telah dikoordinasikan bersama Menteri terkait seperti Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri terkait lainnya serta berkoordinasi dengan BUMN Bulog dan Holding Pangan ID FOOD untuk percepatan rencana penugasan.(Tribun Network/bim/sen/wly)