TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tarik ulur pemberlakuan kebijakan truk over dimensi dan overload (ODOL) di Indonesia sepertinya akan terus terjadi dan akan membuat pemberlakuan aturan ini kembali molor alias tertunda dari semula dijadwalkan mulai Januari 2023.
Tarik ulur itu terjadi di tingkat kementerian. Di satu sisi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ingin menerapkan kebijakan bebas truk ODOL mulai Januari 2023.
Namun di sisi lain kalangan pelaku industri seperti diutarakan pejabat Kementerian Perindustrian mengaku belum siap dan minta ditunda.
Mereka meminta aturan bebas truk ODOL diundur hingga 2025 mendatang.
Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Wiwik Pudjiastuti mengatakan industri belum siap disebabkan hilangnya momentum persiapan pelaksanaan kebijakan zero ODOL karena adanya pandemi Covid-19 mulai awal tahun 2020 yang menyebabkan utilisasi industri sempat mengalami penurunan.
Di sisi lain, penerapan zero ODOL ini akan membebani industri di mana akan menambah volume ritase truk yang berimbas pada penambahan waktu loading dan unloading barang.
Kebijakan ini juga menyebabkan peningkatan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan biaya logistik yang berkontribusi sebesar 10%-20% dari struktur biaya produksi.
“Akibat semuanya itu pada akhirnya mempengaruhi harga jual produk yang dihasilkan. Hal ini tentunya melemahkan daya saing industri. Kalangan industri meminta agar penerapan kebijakan zero ODOL secara penuh ditunda menjadi tahun 2025,” kata Wiwik dalam keterangannya, Senin (7/3/2022).
Baca juga: Keluhan Sopir Truk ODOL, Selalu Jadi Korban Oknum Polisi: Mengapa yang Ditindas Selalu Sopir Saja!
Menurut Wiwik, industri semen, keramik, dan industri bahan galian non logam dan industri lain terus melakukan persiapan, namun belum bisa menerapkan kebijakan zero ODOL secara penuh (100%) mulai Januari 2023.
Baca juga: Jembatang Timbang di Batang Sudah Memotong 10 Bak Truk ODOL
Alasannya, logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri sangat bergantung pada moda transportasi darat.
Ditambah tidak ada perubahan kelas jalan khususnya di luar jawa menyebabkan peremajaan truk yang berkapasitas lebih besar sesuai ODOL tidak bisa dilaksanakan.
Beberapa sektor usaha lain yang juga mengaku belum siap dengan pemberlakuan aturan ODOL secara penuh adalah angkutan TBS (tandan buah segar) kelapa sawit dan angkutan CPO (minyak sawit mentah).
Tetapi sejalan dengan Surat Kementerian Perindustrian Nomor 872/M-IND/12/2019 perihal Kebijakan Zero ODOL tertanggal 31 Desember 2019, Menteri Perindustrian meminta agar pelaksanaan Zero ODOL 2021 oleh Kemenhub ditunda antara Tahun 2023-2025 dengan alasan memperhatikan jenis dan karakteristik industri.
Baca juga: Catat, Nekat Kemudikan Truk ODOL Sopir Bisa Dipenjara 2 Bulan Atau Denda Rp 500 Ribu
“Penundaan ini dimaksud agar industri siap pada tahun 2023-2025. Jadi, sejalan dengan surat tersebut industri mau tidak mau mempersiapkan diri dan melakukan adjustmen terkait pemberlakuan Zero ODOL tersebut,” katanya.
Baca juga: Tajuk di Atas Bak Truk Kok Dibilang ODOL, Driver Angkutan Sayur Pusing
Wiwik mengatakan apabila kebijakan zero ODOL tersebut diterapkan secara umum akan ada kenaikan biaya logistik (pengangkutan) untuk mendapatkan bahan baku maupun dalam distribusi barang/produk jadi ke konsumen.
Biaya tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen dengan harga jual produk yang meningkat.
Bagi industri, peningkatan harga ini tidak dapat dihindarkan tetapi hal tersebut akan menurunkan tingkat daya saing perusahaan dan produk.
"Apabila harga produk di dalam negeri tinggi dikhawatirkan akan meningkatkan masuknya produk impor yang lebih murah,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan sejak disepakati oleh tiga Menteri (Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Menteri Perindustrian) pada awal Februari 2022 tentang relaksasi Zero ODOL yang akan diberlakukan pada 1 Januari 2023, maka para industri kaca mulai melakukan peremajaan truk tua.
Namun percepatan peremajaan truk tersebut terhenti karena pandemi. Secara operasional kinerja industri kaca membaik pada akhir kuartal I/2021, termasuk operasional angkutan.
Namun secara finansial masih belum pulih karena harus menutup kerugian sebelumnya. “Alhasil peremajaan truk tersebut terhenti,” kata Yustinus.
Pada intinya, kata Yustinus, pelaku industri umumnya mematuhi regulasi, termasuk izin dan kir rutin truk.
Namun, truk yang sesuai aturan dengan beban angkutan tidak melampaui izin truk bisa melanggar bila melalui jalan yang berdaya dukung lebih kecil. “Lha, ini berarti infrastruktur atau kelas jalan juga harus ditingkatkan,” katanya.
Apindo bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah membuat kajian tentang kebijakan Zero ODOL.
Disimpulkan bahwa semua pihak harus meningkatkan kemampuan sehingga tidak jomplang, atau jangan dibebankan ke pelaku industri saja.
Pemberlakuan Zero ODOL pada 1 Januari 2023, kata dia, pasti akan menaikkan biaya logistik yang berujung pada menurunnya daya saing produk serta menaikkan harga jual sehingga daya beli masyarakat menurun lagi.
Truk dengan bak yang dirancang Over Dimension Over Loading (ODOL) tidak hanya dituding jadi biang penyebab banyak kecelakaan maut di jalan raya Indonesia saja, tapi juga dituding jadi biang celaka kapal ferry penyeberangan.
Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, Pendiri dan Pengurus dari Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) menilai, inisiatif pemerintah memberanta truk ODOL merupakan langkah tepat.
Pelarangan truk ODOL beroperasi mulai 2023 langkah tempat karena selain dianggap menyumbang kerusakan infrastruktur jalan, jembatan serta kemacetan, bahkan menjadi penyebab kecelakaan yang memakan korban jiwa.
"Beroperasinya truk ODOL selama ini yang dengan leluasa dapat naik serta diangkut oleh Kapal-Kapal penyeberangan (Ferry Roro) sehingga patut saya duga menjadi salah satu penyebab atau malah menjadi penyebab utama banyaknya kecelakaan yang melibatkan kapal-Kapal penyeberangan di seluruh Indonesia, " kata Capt. Hakeng kepada media Senin (28/02/2022).
Baca juga: Catat, Nekat Kemudikan Truk ODOL Sopir Bisa Dipenjara 2 Bulan Atau Denda Rp 500 Ribu
Ditambahkan Hakeng, penindakan truk ODOL dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dalam Pasal 307 disebutkan:
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)."
"Jadi, saya mendorong Pemerintah untuk tidak mundur lagi dengan keputusan yang akan diterapkan terhadap truk ODOL. Itu semua demi tegaknya peraturan sesuai UU yang berlaku," tegasnya.
Hakeng juga meminta ketegasan dari stakeholder pelabuhan supaya tidak mengizinkan kendaraan ODOL ketika hendak masuk ke pelabuhan penyeberangan dan menaiki kapal ferry roro sebab kendaraan yang melebihi kapasitas akan memunculkan kerugian cukup besar.
"Misalnya, menimbulkan kerusakan pintu untuk masuk kendaraan (ramp door) dan jembatan (mobile bridge) lebih cepat. Selain itu, daya tampung kapal ferry pun jadi berkurang disebabkan ada penambahan dimensi kendaraan," ucapnya.
Kemudian sambung dia juga bahwa dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022 saja, terdapat beberapa peristiwa truk yang terguling ketika berada di dalam kapal Ferry roro.
"Saya menghimbau kepada pemilik truk ekspedisi untuk tidak mementingkan keuntungan bisnis belaka. Tetapi juga memikirkan aspek keselamatan baik di darat dan perairan laut.
Apabila kapal dimuati oleh beban muatan truk yang tak sesuai dengan tonase yang ditentukan, maka akan membahayakan seluruh isi kapal dan kapal pun dapat rusak bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Ini tidak hanya merugikan secara materi, tapi juga menyangkut nyawa manusia," jelas Pengamat Maritim yang pernah menjadi Nahkoda di atas Kapal-Kapal Super Tanker milik PT Pertamina ini.
Menurutnya, semua pihak harus menyadari bahwa menaikan kendaraan berat seperti truk ke dalam kapal ferry roro merupakan kegiatan yang penuh dengan risiko serta sangat berbahaya sebab berat dan stabilitas kapal ferry menjadi tidak dapat dihitung dengan formula apapun (kapal menjadi tidak stabil).
"Kita ketahui bersama, bahwa perhitungan stabilitas kapal dimana Kapal dapat mengapung dan berlayar diatas laut sangat tergantung dari seberapa tepat pengguna jasa melaporkan muatan yang diangkutnya kepada pihak Kapal. Banyaknya kecelakaan yang terjadi selama ini, seringkali disebabkan oleh beban berlebih dari truk-truk ODOL tersebut," katanya.
Hakeng juga menyoroti soal alasan operator mengenai waktu bongkar muat di pelabuhan yang singkat. Sehingga pihak pengelola tidak sempat melakukan pengecekan ke truk yang naik ke atas kapal serta melakukan lashing terhadap kendaraan tersebut.
Padahal hal itu tertera sebagaimana amanah PM 30 tahun 2016 tentang Kewajiban Pengikatan Kendaraan Pada Kapal Angkutan Penyeberangan.
“Saya mengusulkan agar segera dibuat waktu sandar kapal yang ideal di tiap-tiap pelabuhan sehingga tidak ada lagi alasan para pihak tidak mengikuti peraturan yang telah ada, sekali lagi terkait Truk ODOL Saya mengingatkan bagaimana operator di lapangan bisa mengikat Truk ODOL jika ukuran kendaraannya saja sudah sangat berubah karena disesaki oleh muatan berlebih?" ujarnya
Berdasarkan pedoman IMO A.581(14), dan CSS Code, sambung Capt. Hakeng, semua Kendaraan truk dan mobil dengan berat antara 3,5 ton s/d 40 ton yang dinaikkan pada kapal ferry ro-ro harus benar-benar diikat dengan pengikat yang memiliki kekuatan yang tidak boleh kurang dari 100kN. Biasanya pengikatan menggunakan rantai berdiameter 13 mm kelas 8.
"Jadi, sekali lagi, saya sangat mendukung agar pemerintah menegakkan aturan Zero Truck ODOL. Bahkan, menimbang safety adalah aspek utama dalam pelayaran, maka saya mendorong agar penerapan aturan tersebut dapat lebih cepat dari awal tahun 2023, bila perlu semester dua tahun 2022 aturan tersebut sudah dapat dijalankan. Itu semua untuk memastikan kenyamanan, keamanan, keselamatan jiwa pengguna jalan raya dan pelayaran," katanya.
Laporan reporter: Noverius Laoli/Eko Sutriyanto | Sebagian artikel ini bersumber dari: Kontan