News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Analis: IHSG Masih Akan Terus Naik di Maret Ini, Ada Peluang Tembus 7.000

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Karyawan beraktivitas di antara layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Jumat (25/9/2020). Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina mengungkapkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang masih akan menguat di bulan Maret 2022 ini.

Di tengah memanasnya situasi geopolitik di kawasan Eropa Timur dan rencana kenaikan suku bunga The Fed, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan IHSG bisa menembus level 7.000.

"IHSG diestimasikan akan tetap bergerak menguat dengan target berada di level 7.147. IHSG akan menguji resistance di kisaran 7.000 dan support di 6.836," ungkapnya dalam Mirae Asset Day yang digelar virtual, Kamis (10/3/2022).

Pada Februari lalu IHSG menyentuh all time high hingga akhirnya IHSG ditutup di level 6.888,171 pada Jumat (25/2/2022) setelah sempat menyentuh level tertinggi di level 6.930 pada hari sebelumnya, Kamis (24/2/2022).

Dia menambahkan, penguatan IHSG di bulan ini terdorong lonjakan harga komoditas sebagai imbas sanksi yang diterima Rusia.

Baca juga: Bursa Saham AS dan Regional Diprediksi Seret IHSG ke Zona Merah

Sebagai pengingat, invasi militer Rusia terhadap Ukraina telah memasuki pekan kedua sejak Rusia meluncurkan serangan pada 24 Februari lalu.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menjelaskan, invasi Rusia ke Ukraina memicu lonjakan harga komoditas dunia secara signifikan.

Baca juga: Emiten Gas Industri SBMA Lampaui Target Penjualan Tahun 2021

Ini mengingat Rusia sebagai produsen komoditas-komoditas utama seperti minyak, gas alam, nikel, gandum, dan minyak biji bunga matahari.

Harga batubara, tembaga, dan paladium mampu mencapai level tertinggi sepanjang masa. Sementara minyak dan nikel menyentuh level tertinggi dalam lebih dari 10 tahun terakhir.

Kondisi ini memicu kekhawatiran pelaku pasar terhadap terjadinya stagflasi yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

Baca juga: IPO, Saham NANO di Luar Dugaan Oversubscribed 46,39 Kali

Bahkan, negara-negara perekonomian maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan zona Eropa, telah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak kuartal ketiga 2021 lalu.

“Tetapi Indonesia justru akan mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga batubara, nikel, dan CPO, mengingat terdapat potensi peningkatan capital inflow," ungkap Nafan dalam kesempatan yang sama.

Baca juga: Harga Emas Global Hari Ini Anjlok, Ternyata Sebabnya Adalah Penurunan Harga Minyak Mentah

Di sisi lain, kebijakan pengetatan dari Federal Reserve (The Fed) yang tidak terlalu agresif mulai bulan ini tidak akan terlalu berdampak pada terjadinya capital outflow.

Hal ini karena kinerja fundamental makroekonomi Indonesia yang cenderung solid.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini