Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Persoalan minyak goreng belum selesai, meski Kementerian Perdagangan telah beberapa kali mengubah kebijakan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga, Rahma Gafmi mengistilahkan, Kemendag ibarat orang yang kehilangan baju di rumah, tapi mencari di pantai.
Rahma memberi gambaran sederhana, produksi CPO nasional sebesar 46,88 juta ton pada 2021. Untuk kebutuhan domestic 18,42 juta ton, jadi masih ada sisa sekitar 28,5 juta ton yang seharusnya bisa untuk ekspor.
Baca juga: Pemerintah Naikkan DMO Hingga 30 Persen, Harga CPO Bisa Ikut Melambung
Kebutuhan CPO nasional (domestik) sekitar 18,42 juta ton untuk produksi minyak kelapa sawit dan untuk proyek BioDiesel sebesar 7,34 juta ton. Berdasarkan hitungan diatas kertas, pasokan CPO domestik harusnya tercukupi.
"Kemendag harusnya memiliki perhitungan terkait bagaimana kebutuhan domestik diutamakan dan dimana permasalahan yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng masih terjadi. Kelangkaan minyak goreng di pasaran terjadi sampai sekarang dan sepertinya mendapatkan jalan buntu bagi Kemendag," ujar Rahma dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).
Menurut Rahma, CPO untuk kebijakan BioDiesel maupun untuk minyak goreng itu bukan persoalan utama. Saat ini ada sekitar 6 produsen minyak goreng yang berhenti produksi, karena tidak mendapatkan pasokan CPO.
Baca juga: Gelar Ekspor Perdana Produk CPO, Bea Cukai Hadir dalam Layanan Satu Pintu
"Masalah utamanya ada di titik ini. Jika produksi aman tentunya perlahan tapi pasti distribusi juga akan aman," ujarnya.
Selain pasokan CPO yang dari pabrik kelapa sawit ke industri minyak goreng maupun Biodiesel permasalahannya lebih ke Ekspor.
"Jadi kebijakan itu harus mengarah kepada kebijakan pemenuhan domestik lebih dahulu," imbuhnya.
Mengenai maraknya penimbunan minyak goreng, juga harus segera ditangani. Misalnya dengan kerjasama melalui berbagai instansi lainnya untuk melakukan sidak.
Baca juga: Menko Airlangga: Kesejahteraan Petani Sawit Jadi Bahasan Penting dalam MM CPOPC 2021
Kini Kemendag juga telah menaikkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dari 20% menjadi 30%. Rahma menilai kebijakan tersebut akan berdampak pada penguatan stok domestik.
Namun hal itu harus dibarengi dengan distribusi yang semakin baik dan terkontrol. Mengingat sebelumnya juga stok diklaim melimpah namun tidak ada di pasaran. Kenaikan DMO juga akan mengakibatkan harga global meningkat.
"Maka kenaikan DMO harus dikaji dulu secara mendetail, apakah kebijakan ini lebih menguntungkan bagi domestic, atau justru malah merugikan. Kajian Cost and Benefit harus dilakukan secara mendalam," pungkas Rahma.