Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah merombak total kebijakan terkait Minyak Goreng Sawit (MGS) Curah, dari semula berbasis perdagangan menjadi kebijakan berbasis industri.
Dengan kebijakan berbasis industri, pemerintah bisa mengatur bahan baku, produksi dan distribusi MGS Curah dengan lebih baik, sehingga pasokannya selalu tersedia dengan harga yang sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kebijakan pemerintah itu untuk membantu masyarakat mendapatkan minyak goreng.
Baca juga: Wamentan Sebut Persoalan Minyak Goreng Imbas Naiknya Harga Sawit Internasional
"Pemerintah memberikan subsidi terhadap minyak goreng curah, sehingga masyarakat bisa membeli dengan harga lebih murah daripada harga keekonomian, yaitu Rp14.000/liter," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono dalam pernyataannya, Kamis (24/3/2022).
Dia menuturkan, selisih antara harga keekonomian dengan HET (Rp14.000) itu ditutup oleh pemerintah dengan menggunakan dana yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Jika diasumsikan bahwa konsumen minyak curah kebanyakan adalah masyarakat menengah ke bawah, maka kebijakan ini diharapkan dapat membantu mereka," ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa pengawasan akan dilakukan terutama oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan Polri, dan juga dengan dukungan pemerintah daerah.
"KSP dan Kemenko Perekonomian juga melakukan monitoring untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut terimplementasikan dengan baik," pungkasnya.
Baca juga: Menperin Apresiasi Penyaluran 500 ton Minyak Goreng Curah oleh Sinar Mas Agribusiness and Food
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan bahwa solusi yang terbaik saat ini pemerintah harus kuat melawan produsen CPO agar menurunkan harga kepada produsen minyak goreng dengan perhitungan harga keterjangkauan masyarakat, bukan harga keekonomian.
Dia menambahkan, lebih ideal lagi, negara melalui BUMN Perkebunan (PTPN) dapat meningkatkan kepemilikan konsesi perkebunan kelapa sawit.
"Minimal 30% dari total produksi saat ini, agar bisa menjaga ketersediaan dalam negeri dengan harga terjangkau," pungkasnya. (Willy Widianto)