Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, BALI – Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati yang juga selaku Presiden COP-4 Konvensi Minamata secara resmi menutup pertemuan COP-4 segmen kedua (COP-4.2) Konvensi Minamata di Bali (26/3/2022), dini hari waktu setempat.
Pada akhir persidangan, COP-4.2 mengadopsi 12 dokumen keputusan soal merkuri.
Vivien mengatakan COP-4.2 di Bali ini fokus membahas 2 isu substantif, yaitu: (1) Review dan amendemen Lampiran A and B, (2) Effectiveness Evaluation (EE),
Review dan amendemen Lampiran A and B, dimana terdapat usulan dari beberapa negara untuk menambahkan pengaturan phasing-out produk-produk mengandung merkuri dan proses industri yang menggunakan merkuri.
Sedangkan Effectiveness Evaluation (EE), yang merupakan kerangka untuk menentukan bagaimana evaluasi terhadap pengaturan Konvensi dan langkah-langkah yang dilakukan oleh para negara pihak dalam mewujudkan tujuan konvensi.
"Para delegasi yang bekerja pada masing-masing grup diskusi telah membuat kemajuan yang baik untuk kedua isu tersebut," ujarnya.
Hasil utamanya adalah, mengadopsi keputusan terkait amendemen Lampiran A and B, mengenai produk mengandung merkuri dan proses yang menggunakan merkuri.
Baca juga: Indonesia Sukses Gelar COP-4.2 Konvensi Minamata tentang Merkuri di Bali
Kemudian, pada isu EE, para negara pihak telah menyepakati bisnis proses framework on EE dan setuju untuk membentuk suatu scientific body bernama Open-ended Scientific Group (OESG), agar proses EE tetap bisa berjalan meskipun advisory group-nya belum terbentuk.
Selain itu, COP-4.2 mengadopsi 12 dokumen seperti: (1) Election of officers; (2) Artisanal and small-scale gold mining; (3) Mercury releases; (4) Draft guidance on the use of customs codes for monitoring and controlling trade in mercury-added products; (5) Financial resources and mechanism for the Convention; (6) The revised draft guidance for completing the national report format;
(7) Program of work and budget for the 2022-2023 biennium; (8) Gender mainstreaming; (9) Capacity-building, technical assistance and technology transfer; (10) Implementation and Compliance Committee; (11) Enhanced cooperation with the Secretariat of the Basel, Rotterdam and Stockholm Conventions; dan (12) Venue and dates of the fifth meeting of the Conference of the Parties.
Terdapat beberapa pending issue yang belum mencapai kesepakatan bersama yang kemudian isu tersebut akan dibahas kembali di COP-5. Isu-isu tersebut yakni:
(1) Mercury waste: consideration of the relevant thresholds; (2) Indikator Effectiveness Evaluation; (3) Pembentukan Effectiveness Evaluation Group (EEG), termasuk Term of Refference-nya; dan (4) Kesepakatan jenis barang dan/atau waktu phasing-out produk mengandung merkuri dan proses yang menggunakan merkuri yang belum disepakati.
"Selama persidangan 5 hari ini, terlihat bahwa Parties sangat bersemangat dan antusias dalam memberikan masukan-masukan konstruktif terhadap setiap isu yang dibahas. Proses negosiasi pun sangat dinamis dan cukup alot pada beberapa isu, terutama saat di Contact Group atau grup diskusi," ujarnya.
Vivien mengatakan Indonesia telah menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam memainkan peran sentral diplomasi lingkungan hidup global untuk menyelesaikan masalah lingkungan serta, mempertegas komitmen upaya pengurangan dan penghapusan merkuri serta peran diplomasi lingkungan hidup di tingkat global.
Pertemuan COP berikutnya atau COP-5 akan dilaksanakan pada 30 Oktober–3 November 2023 di Jenewa, Swiss, di bawah presidensi Rumania.
"Indonesia siap terus berkontribusi aktif dalam persiapan COP-5, untuk melanjutkan upaya kolektif dalam mewujudkan "Make Mercury History"," ujarnya.