TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin meminta pembayaran gas dalam mata uang rubel yang dibeli oleh negara-negara tak bersahabat mulai April 2022, sebagai imbas konflik militer di Ukraina.
Negara-negara tak bersahabat yang dimaksud Putin adalah mereka yang menghujani Rusia dengan serangkaian sanksi atas invasi militernya ke Ukraina.
Diketahui, negara-negara tersebut adalah AS dan sekutunya, negara-negara di Uni Eropa. Uni Eropa sendiri merupakan pelanggan gas alam cair Rusia.
Baca juga: Zelensky Peringatkan Dunia atas Ancaman Senjata Nuklir Putin: Berpikir Tidak Takut, Tapi Bersiaplah
Putin juga mengancam, jika negara-negara tidak bersahabat itu menolak membayar dengan rubel, Rusia akan menghentikan aliran gasnya.
Menurut dekrit tersebut, semua pembayaran akan ditangani oleh Gazprombank Rusia, anak perusahaan raksasa energi milik negara, Gazprom.
Baca juga: Pengamat Sebut Amerika dan Sekutunya Justru Takut Jika Vladimir Putin Dikudeta, Ini Alasannya
Pembeli akan mentransfer pembayaran ke rekening Gazprombank dalam mata uang asing, yang kemudian akan diubah oleh bank menjadi rubel dan ditransfer ke rekening rubel pembeli.
Lalu seberapa efektif kebijakan Putin memaksa negara-negara tak bersahabat menggunakan rubel dalam pembelian gas Rusia?
Kecerdikan Putin
Dikutip dari laman The Wire, serangan militer Rusia ke Ukraina tampaknya sudah sangat lama dipersiapkan Putin dan para pembantunya, termasuk berbagai rencana matang yang sudah direncanakan ketika menghadapi serangkaian sanksi ekonomi.
Meski ada beberapa rencananya terhadap Ukraina yang kurang sempurna, Putin tidak ceroboh. Ia sendiri sudah lama dikenal sebagai pemimpin yang cerdik dan berpikir rasional.
Sebagaimana diketahui, Putih dengan sengaja mengonversi rubel Rusia dengan harga emas. Dengan mematok 5.000 rubel untuk setiap 1 gram emas, kebijakan ini dipastikan akan membuat AS dan sekutunya dalam kesulitan.
Baca juga: Sosok Viktor Medvedchuk, Sekutu Utama Putin yang Ditangkap Ukraina
Di sisi lain, AS dan sejumlah negara Barat sudah memutuskan untuk menghentikan ekspor ke Rusia sebagai bagian dari sanksi.
Mustahil negara-negara Barat mendapatkan rubel dengan jumlah yang cukup. Mereka tak bisa mendapatkan rubel dengan melakukan ekspor ke Rusia. Di lain sisi, negara-negara Barat membutuhkan minyak dan gas Rusia.
Artinya mau tidak mau, dengan terpaksa, satu-satunya cara negara-negara tersebut mendapatkan gas dan minyak yakni harus membayar rubel dengan menjual cadangan emas untuk ditukar dengan rubel, yang artinya harus mengirim berbalok-balok emas ke Rusia.