Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Dana Moneter Internasional atau IMF pada Selasa (19/4/2022) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 sebanyak satu poin, dari proyeksi sebelumnya 4,4 persen menjadi menjadi 3,6 persen.
Memanasnya konflik antara Rusia dan Ukraina yang diprediksi dapat memicu hadirnya inflasi di sejumlah negara, hingga berpotensi mengantarkan ekonomi dunia ke jurang resesi membuat IMF terpaksa memotong kembali proyeksi pertumbuhan ekonominya.
Baca juga: IMF: Krisis Ekonomi Imbas Invasi Rusia sebabkan Perlambatan Ekonomi Global
"Krisis di atas krisis, menghadirkan kehancuran dan kemunduran besar bagi ekonomi global," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina kepada Reuters.
Sebagai informasi, langkah ini sebelumnya juga telah diambil IMF pada awal Januari kemarin, dimana saat itu IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi globalnya ke angka 4,9 persen, untuk membantu pendanaan dunia dalam menangani pandemi Covid–19.
Tak hanya IMF saja yang melakukan pemangkasan pertumbuhan ekonomi, Bank Dunia pada Senin lalu juga melakukan hal yang sama dengan memangkas prospek pertumbuhannya dari 4,1 persen menjadi 3,2 persen.
Baca juga: IMF: Dukungan Ekonomi Berkelanjutan dari Mitra Sangat Penting bagi Ukraina
Pemangkasan dana tersebut kompak dilakukan IMF dan Bank dunia selaku lembaga keuangan internasional dengan tujuan untuk menstabilkan perekonomian global.
Dalam laporan World Economic Outlook: War Sets Bank The Global Recovery yang dibuat IMF, disebutkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Ukraina di tahun ini akan runtuh sebesar 35 persen. Sementara itu output Rusia menyusut sebesar 8,5 persen menjadi menjadi 17 persen pada tahun 2023.
Penurunan produksi dalam kegiatan impor di dua negara ini lantas berdampak besar bagi munculnya berbagai efek rambatan terhadap seluruh negara di belahan dunia, seperti misalnya krisis pangan dan migas hingga memicu lonjakan harga yang sangat fantastis.
Jika harga kebutuhan pokok terus meroket dan tak kunjung stabil maka risiko ini berpotensi besar menghadirkan adanya resesi yang dapat memukul mundur perekonomian negara maju maupun negara berkembang.
Tak hanya itu adanya lonjakan harga di berbagai komoditas tersebut, tentunya akan memperumit tujuan bank sentral untuk menahan tekanan harga dan melindungi pertumbuhan ekonomi global.
IMF pun menyarankan agar pemerintah negara manapun turut waspada dan berhati-hati dalam pengambilan kebijakan dalam kondisi sekarang. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi hadirnya lubang ekonomi yang dapat memperparah laju inflasi .