TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - Sejumlah negara Barat, seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Inggris, keluar (walkout) dari Pertemuan Kedua Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (2nd FMCBG) G20 yang berlangsung di Washington DC, Rabu (20/4/2022) waktu setempat.
Keluarnya negara-negara tersebut merupakan aksi ketika Rusia berbicara pada pertemuan kedua jalur keuangan tersebut.
Baca juga: Kemlu RI Nilai Walkout AS dan Sekutu di Pertemuan Menkeu G20 Hal Lazim: Sudah Diantisipasi
Sebelumnya, Indonesia sebagai presidensi G20 atau "wasit" yang memimpin sidang memang mengizinkan Rusia untuk hadir dalam pertemuan tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku, keluarnya negara-negara Barat dari ruang sidang saat pertemuan bukanlah kejutan. Dia memahami sebelum digelarnya sidang, negara Barat sudah mengancam akan keluar jika Rusia menghadiri pertemuan.
"Kami memahami bahwa ada beberapa skenario bagaimana negara G7+ akan merespon kehadiran pertama kali Rusia dan pada saat Rusia intervensi/berbicara. Jadi ini bukan kejutan bagi kami," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers 2nd FMCBG Meeting, Kamis dini hari, (21/4/2022).
Baca juga: Sri Mulyani Tak Heran Negara Barat Lakukan Aksi Walk Out, Menkeu Pastikan Tak Ganggu Pertemuan G20
Kendati demikian, Sri Mulyani menyatakan, sidang tetap berjalan lancar. Walkout-nya negeri Paman Sam dan kawan-kawannya tidak mengurangi keefektifan forum G20 akibat konflik dan ketidaksepahaman anggota. Sebab, walkout dilakukan tanpa mendisrupsi sidang.
"Ini dilakukan tanpa mendisrupsi, dan dalam hal ini tanpa menciptakan permasalahan terhadap diskusi kita terkait substansi (forum) itu sendiri," ungkap dia.
Lebih lanjut, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, pertemuan G20 di AS memang membahas perang Rusia-Ukraina secara intensif. Banyak negara anggota G20 menyerukan Rusia untuk menghentikan perang ke Ukraina.
Baca juga: Mobil Listrik G20, Komitmen Indonesia Kembangkan Teknologi Ramah Lingkungan
Mereka mengutuk tindakan Rusia. Menurutnya, perang adalah jalan yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan. Beberapa negara anggota lainnya juga prihatin atas dampak ekonomi akibat perguliran sanksi negara-negara Barat, yakni AS dengan Eropa.
"Para anggota mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang krisis kemanusiaan, dampak ekonomi dan keuangan dari perang, dan menyerukan diakhirinya perang sesegera mungkin," jelas dia.
Sri Mulyani bilang, perang akan menghambat proses pemulihan ekonomi yang baru akan berkelanjutan, meningkatkan kekhawatiran terkait ketahanan pangan global dan makin tingginya harga komoditas energi.
Dampak perang, kata Sri Mulyani, akan lebih terasa pada negara-negara miskin yang tak lagi memiliki kapasitas fiskal memadai.
"Negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan akan sangat terpengaruh karena mereka sudah menghadapi tantangan, antara lain, ruang fiskal yang terbatas dan kerentanan utang yang tinggi," tandas Sri Mulyani.
Sebagai informasi, serangan Rusia ke Ukraina memasuki hari-ke 56. Laporan badan pengungsi PBB mencatat sudah lebih dari 4,9 juta orang Ukraina meninggalkan negaranya.
Sementara itu, badan hak asasi manusia PBB telah mengonfirmasi ada sekitar 4.890 korban sipil di Ukraina sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "AS hingga Inggris "Walkout" dari Pertemuan G20, Sri Mulyani: Bukan Kejutan bagi Kami..."