TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Aparat penegak hukum kini telah membongkar kasus mafia minyak goreng yang disebutsebut salah satu penyebab harga salah satu bahan pokok tersebut melambung.
Kasus tersebut melibatkan oknum pejabat teras di Kementerian Perdagangan dan perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng.
Saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia tengah mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian izin persetujuan ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengungkapkan ada sekitar 88 perusahaan eksportir crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, yang diawasi Kejagung.
Baca juga: Jika Bekerja Sesuai Alur, Mendag Sediakan Bantuan Hukum ke Anak Buahnya Tersangka Minyak Goreng
"Di periode itu ada 88 perusahaan yang ekspor," kata Febrie di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (20/4/2022).
Febrie mengatakan, pihaknya mendalami apakah 88 perusahaan itu sudah memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO).
Ia menegaskan, jika ada perusahaan yang tak memenuhi DMO bakal ditindak tegas.
"Ada 88 itu yang kita cek, benar enggak ekspor itu dikeluarkan dia telah memenuhi DMO di pasaran domestik. Kalau dia enggak, ya bisa tersangka lah dia," ujarnya.
Menurut Febrie, perusahaan eksportir harus memenuhi kewajiban DMO sebesar 20 persen untuk bisa mendapatkan izin Kementerian Perdagangan.
Baca juga: Kejagung Ungkap Mendag Lutfi Berpotensi Bakal Diperiksa Kasus Mafia Minyak Goreng
Adapun saat ini Kejagung menetapkan 3 orang dari perusahaan eksportir CPO dan turunannya. Ketiganya yakni PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas.
"Ini kan terjawab nih, kenapa kosong? Karena ternyata di atas kertas dia mengakui sudah memenuhi kewajiban DMO-nya, sehingga diekpsor, di lapangannya dia enggak keluarkan ke masyarakat," jelas Febrie.
Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya, sehingga total ada empat tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam kasus minyak goreng ini.
"Tersangka ditetapkan empat orang. Yang pertama pejabat eselon I pada Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direkrut Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan," beber Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Kejagung membeberkan ketiga tersangka lainnya adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA; dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.
Permainkan Perizinan
Indrasari dijadikan tersangka karena memberikan izin kepada Wilmar yang semestinya tidak dilakukan.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 19 saksi serta memeriksa 596 dokumen atau surat terkait. “Berdasarkan laporan hasil penyidikan ditemukan alat bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
Baca juga: Pemerintah Diminta Cabut Izin Ekspor Produsen Minyak Goreng yang Langgar Aturan
Kemudian, tiga ketentuan BAB 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 2 Perdagangan Luar Negeri per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO.
“Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri,“ ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.
Kejagung menemukan sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir yang tak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
"Dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa (5/4/2022).
Dukung proses hukum
Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan, pihaknya tetap dan terus mendukung proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait dugaan gratifikasi atau suap pemberian izin penerbitan ekspor (PE) minyak goreng.
"Kementerian Perdagangan mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini. Kementerian Perdagangan juga siap untuk selalu memberikan informasi yang diperlukan dalam proses penegakan hukum," ujar Mendag Lutfi dalam keterangannya, Selasa (19/4/2022).
Menurut Mendag, ia kerap menekankan jajarannya agar pelayanan perizinan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan transparan.
Oleh karena itu, Mendag Lutfi menyatakan ikut mendukung adanya proses hukum kepada jajarannya yang terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang. (Kompas.com/Tribunnews.com)