Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, kondisi saat ini begitu mengkhawatirkan bagi Indonesia sebagai produsen utama CPO.
Di mana adanya kelangkaan minyak goreng, lonjakan harga di pasar serta adanya kasus penyalahgunaan fasilitas ekspor.
Baca juga: Tiga Rekomendasi KPK untuk Perbaiki Tata Kelola CPO dan Minyak Goreng
"Sehingga, pemerintah mengeluarkan aturan larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak sawit. Hal tersebut seketika direspon melalui kenaikan harga indeks future CPO pengiriman Juli sebesar 6 persen ke level 6,738 ringgit Malaysia per ton atau tertinggi sejak Maret lalu," ujar dia melalui risetnya, Selasa (26/4/2022).
Lebih lanjut, Nico menjelaskan, harga acuan melesat karena hampir 60 persen pasokan minyak sawit dunia berasal dari Indonesia.
Baca juga: Indonesia Larang Ekspor CPO, Malaysia hingga Negara Eropa Bakal Diuntungkan?
Sebagai produsen minyak nabati utama dunia, Indonesia menyumbang lebih dari sepertiga dari seluruh suplai global yang sebesar 30,5 juta ton, jauh dibanding Malaysia 17,6 juta ton, Argentina 6,8 juta ton, dan Ukraina 5,4 juta ton.
Dia menambahkan, larangan ekspor sawit Indonesia yang akan dimulai lusa, 28 April 2022 hingga kesulitan pasokan domestik terselesaikan, juga bisa mengerek inflasi global.
"Dengan demikian, masih ada waktu untuk mengamankan pasokan, meskipun harganya semakin melonjak. Kenaikan harga CPO ini juga tentunya berdampak pada inflasi pangan global yang semakin tinggi," pungkas Nico.