TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah melarang ekspor untuk seluruh produk sawit mulai Kamis (28/4/2022).
Kebijakan ini dilakukan menyusul melambungnya harga minyak goreng di dalam negeri.
Melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22 Tahun 2022, seluruh produk dari kelapa sawit dilarang ekspor.
Sejumlah pelaku usaha industri sawit pun merespons kebijakan baru tersebut.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengaku, pengumuman yang disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto tadi malam (27/8/2022) dianggap tidak sesuai dengan hal-hal yang telah disosialisasikan kepada para pelaku usaha sebelumnya.
Baca juga: Bea Cukai Awasi Implementasi Larangan Sementara Ekspor CPO dan Produk Turunannya Mulai 28 April 2022
Oleh karena itu, Gapki belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait dampak larangan ekspor tersebut terhadap kelangsungan bisnis dan kinerja produsen sawit nasional.
“Kami akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan asosiasi lain untuk menyikapi aturan ini,” ujar Eddy, Kamis (28/4/2022).
Maklum, sebelumnya pemerintah pernah menyatakan bahwa produk sawit yang dilarang ekspor hanyalah RBD Palm Olein dengan 3 kode Harmonized System (HS) yaitu 15.11.90.37, 15.11.90.36, dan 15.11.90.39.
Sementara itu, Communication and Investor Relations Manager PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) Fenny Sofyan menyatakan, AALI berkomitmen untuk senantiasa patuh dengan kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan larangan ekspor produk-produk sawit.
Baca juga: Larangan Eskpor Sawit dari Indonesia Perparah Kelangkaan Global
Saat ini operasional AALI relatif berjalan dengan lancar kendati terjadi penurunan aktivitas menjelang musim mudik Lebaran.
Manajemen AALI sudah mengantisipasi kemungkinan pembatasan ekspor produk sawit sejak awal Januari 2021 lalu.
Perusahaan ini menerapkan strategi penjualan yang oportunistis dengan melihat penawaran harga tertinggi baik di pasar domestik maupun ekspor.
“Dengan demikian, kami siap untuk mengoptimalkan penjualan domestik,” imbuh dia, Kamis (28/4).
Sebagai informasi, pada kuartal I-2022 AALI meraih kenaikan pendapatan bersih sebesar 30,7% (yoy) menjadi Rp 6,6 triliun.
Baca juga: Larang Ekspor Sawit, Indonesia Untung atau Malah Buntung?
Nilai pendapatan tersebut telah dikurangi oleh pungutan ekspor dan pajak ekspor sebesar Rp 228 miliar pada kuartal I-2021 yang mana jumlah ini berkurang 75,1% (ytd) dibandingkan realisasi pungutan ekspor dan pajak ekspor di tahun 2020 sebesar Rp 916 miliar.
Di sisi lain, Direktur PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) Andi W. Setianto menyebut, UNSP hanya menjual minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) ke pasar domestik, sehingga tidak terpengaruh oleh kebijakan larangan ekspor tersebut.
UNSP tetap menerapkan strategi untuk terus memperbaiki produktivitas kebun yang berkelanjutan.
“Maksudnya dari luasan hektar lahan yang sama, kami berupaya untuk bisa menghasilkan jumlah sawit yang lebih banyak,” tandas dia, hari in (28/4).
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohamad Faisal menilai kebijakan pelarangan ekspor untuk produk minyak kelapa sawit (CPO) termasuk RBD Palm Olein, POME, hingga used-cooking oil akan membawa dampak negatif pada produk lain selain minyak goreng.
"Ini merambah ke mana-mana, bukan hanya ke minyak goreng tapi juga ke industri-industri turunan CPO yang lain padahal dari data sebetulnya suplai CPO untuk domestik itu lebih dari 50 persennya untuk ke industri yang bukan terkait dengan minyak goreng, yaitu seperti biokimia, biodisel.
Baca juga: KSP Moeldoko Ingin Petani Sawit Menjadi Pelaku Utama Rantai Pasok CPO
Jadi ini industri-industri yang tidak ada sangkut-pautnya atau tidak tidak punya dosa dengan kasus minyak goreng tapi ikut terkena getahnya," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/4/2022).
Menurut dia, alih-alih bisa mengatasi permasalahan minyak goreng yang ada sekarang, kebijakan tersebut justru bisa menciptakan masalah baru.
Belum lagi kata dia, adanya permasalahan antara pihak eksternal dengan negara mitra dagang yang bergantung pada ekspor CPO dan turunan dari negara Indonesia sendiri.
"Jadi ini dikhawatirkan bahwa kebijakannya akan lebih banyak dampak negatifnya kepada yang lain untuk mengatasi satu masalah yaitu minyak goreng," katanya.
"Sementara untuk masalah minyak goreng belum tentu bisa teratasi dengan kebijakan ini karena kalau kita lihat sebetulnya masalahnya bukan karena suplai tetapi karena masalah pada distribusi," sambungnya.
Perlu diketahui larangan ini juga sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Kemendag) Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized palm olein dan Used Cooking Oil.
Melalui Permendag yang diundangkan pada 27 April 2022 ini, Mendag melarang sementara ekspor CPO dan turunannya.
“Dengan Peraturan Menteri ini, Menteri mengatur larangan sementara Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil), Refined, Bleached and Deodorized palm olein (RBD Palm Olein) dan Used Cooking Oil (UCO),” bunyi aturan tersebut dalam pasal 2 ayat 1.
Adapun larangan ekspor ini mulai berlaku dari tanggal 28 April 2022 sampai harga minyak goreng curah bisa mencapai Rp 14.000 per liter.
Tujuan Larangan Ekspor
Pengumuman larangan ekspor CPO dan produk turunannya dirilis oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Seluruhnya sudah tercakup dalam Peraturan Menteri Perdagangan dan akan dilakukan malam hari ini pukul 00.00 WIB tanggal 28 April karena ini sesuai dengan apa yang sudah disampaikan oleh Bapak Presiden," kata Airlangga dalam konferensi pers.
Ia menjelaskan seluruh kebijakan ini dilakukan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat karena rakyat Indonesia adalah prioritas utama dari seluruh kebijakan pemerintah.
"Untuk pelaksanaan distribusi hasil CPO dan produk turunannya tentu kalau ada pelanggaran akan ditindak tegas," ucap dia.
Maka dari itu, Airlangga menegaskan Satuan Tugas Pangan, Bea Cukai, kepolisian, dan Kementerian Perdagangan akan terus mengawasi implementasi kebijakan ini.
Sesuai aturan WTO, lanjutnya, dapat diberlakukan pembatasan atau pelarangan sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.
Kebijakan pelarangan ekspor produk turunan sawit yakni CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah siap menindak tegas pihak-pihak yang melanggar aturan tersebut.
Menurutnya, hal itu untuk menunjukkan komitmen kuat Pemerintah dalam memprioritaskan masyarakat demi tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di seluruh wilayah Indonesia.
“Pelarangan ekspor sementara minyak goreng ini merupakan komitmen kuat Pemerintah untuk memprioritaskan masyarakat. Oleh sebab itu setiap pelanggaran yang terjadi akan ditindak dengan tegas,” ungkap Airlangga.
“Pemerintah akan tegas menindak siapa saja yang melanggar keputusan tersebut,” sambungnya.
Menko Airlangga melanjutkan, sesuai dengan arahan Presiden dan memperhatikan pandangan dan tanggapan dari masyarakat, agar tidak menjadi perbedaan interpretasi maka kebijakan pelarangan ekspor didetailkan berlaku untuk semua produk CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
Larangan ini sampai tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di pasar tradisional dan mekanisme pelarangannya disusun secara sederhana.
Kebijakan pelarangan ekspor ini berlaku mulai 28 April 2022 pukul 00.00 WIB dengan jangka waktu pelarangan adalah sampai dengan tersedianya minyak goreng curah di masyarakat dengan harga Rp14 per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
“Kebijakan ini diberlakukan untuk memastikan bahwa produk CPO dapat didedikasikan seluruhnya untuk ketersediaan minyak goreng curah dengan harga Rp14 ribu per liter terutama di pasar-pasar tradisional dan untuk UMK,” ujar Menko Airlangga.
Kebijakan larangan ekspor tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan.
Menko Airlangga mengatakan, Direktorat Jendral Bea Cukai dan Satgas Pangan akan menerapkan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Pengawasan akan dilakukan secara terus-menerus termasuk dalam masa libur Idulfitri.
“Evaluasi akan dilakukan secara terus-menerus atas kebijakan pelarangan ekspor ini. Setiap pelanggaran akan ditindak tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Menko Airlangga. (Kontan/Dimas Andi/Noverius Laoli/Kompas.com/Elsa Catriana/Erlangga Djumena)