Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi PPP Syaifullah Tamliha menyatakan pemerintah belum efektif antisipasi kemacetan arus mudik.
Syaifullah menyebut Komisi V sebelum musim mudik tiba telah meminta Kemenhub, Kementerian PUPR dan Korlantas Polri untuk mengantisipasi arus mudik 2022 yang sejak awal diprediksi akan jauh meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya, karena dua tahun terakhir mayoritas warga tidak mudik.
Baca juga: Pantau Arus Mudik Lewat Udara, Erick Thohir Pastikan Mudik Tahun Ini Aman
"Namun tampaknya pemerintah kurang antisipatif, terbukti penjangnya kemacetan di jalan tol, non tol, hingga akses ke pelabuhan. Hingga H-2 ini pun kemacetan terjadi di mana-mana," ujar Syaifullah dalam keterangannya, Sabtu (30/4/2022).
Ia mengingatkan pemerintah bahwa walaupun saat ini sudah terlambat, pemerintah harus memberikan solusi di setiap kemacetan. Di Palabuhan misalnya, pemerintah bisa segera menambah armada kapal ferri dengan mendatangkan kapal dari daerah lain ke pelabuhan Merak-Bakahuni yang menjadi pusat kemacetan saat ini dan pelabuhan lainnya.
"Di pelabuhan Kemenhub misalnya juga perlu memprioritaskan kendaraan roda dua karena umumnya bekal makanan mereka terbatas sehingga akan kewalahan jika sampai antre 5-7 jam di pelabuhan dengan tetap secara berkala juga melayani kendaraan roda empat, atau solusi-solusi lainnya yang dibutuhkan di lapangan," tambahnya.
Baca juga: Aktivitas Mudik Mulai Normal, Lebih dari Rp 28 Triliun Uang Akan Mengalir Ke Daerah-daerah
Menurutnya, belajar pada musim mudik tahun ini, ke dapan pemerintah tidak hanya harus melakukan rekayasa lalu lintas.
Namun juga juga rekayasa hari libur agar masyarakat tidak mudik dalam waktu bersamaan karena waktu libur yang sama dan itupun beberapa hari sebelum lebaran.
"Setidaknya libur lebaran perlu satu minggu sebelum hari H agar pilihan waktu mudik masyarakat juga lebih fleksibel," jelasnya.
Rekayasa hari libur ini menurutnya penting karena terbukti rekayasa lalu lintas tidak banyak membantu.
Saat pemberlakukan ganjil-genap misalnya, nomor ganjil saat tidak boleh masuk tol membuat macet di jalan non tol dan juga tidak menghilangkan macet di jalan tol.
Pemerintah juga belum mempunyai perangkat pengawasan digital yang bisa memberi informasi kepada masyarakat tentang jumlah luas jalan raya dan kapasitas kendaraan yang seharusnya bisa melewati di waktu yang bersamaan.
"Masyarakat juga belum mudah mengakses kondisi kemacetan di jalan baik tol maupun non tol," tuturnya.