TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga minyak melanjutkan penguatan sejak awal pekan. Kenaikan harga minyak ditopang oleh kekhawatiran bahwa pasokan mungkin dibatasi oleh potensi larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah Rusia.
Selasa (3/5) pukul 7.30 WIB, harga minyak WTI kontrak Juni 2022 di New York Mercantile Exchange menguat 0,39% ke US$ 105,58 per barel. Sedangkan harga minyak Brent kontrak Juli 2022 di ICE Futures menguat 0,45% fke US$ 108,07 per barel.
Baca juga: Benar-benar Digdaya, Digempur Sanksi Barat, Penjualan Minyak Rusia Justru Tembus Rp 958 Triliun!
Diesel berjangka terus menguat setelah beralih ke kontrak Juni karena rendahnya pasokan persediaan secara global memberikan tekanan pada harga WTI dan Brent. "Item utama adalah penguatan lebih lanjut di pasar diesel," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois kepada Reuters.
Harga minyak kedua sempat turun di awal pekan di tengah berita bahwa Komisi Eropa dapat menghindarkan Hungaria dan Slovakia dari embargo minyak Rusia saat bersiap untuk menyelesaikan sanksi berikutnya terhadap Rusia pada hari Selasa. Uni Eropa cenderung melarang impor minyak Rusia pada akhir tahun.
Baca juga: AS Tangguhkan Sanksi untuk Alina Kabaeva, Perempuan Cantik yang Disebut-sebut Kekasih Vladimir Putin
Hungaria tidak akan memilih tindakan apa pun yang disiapkan oleh Uni Eropa yang dapat membahayakan keamanan pasokan minyak atau gasnya, kata Menteri Luar Negeri Peter Szijjarto. Dia menegaskan kembali posisi negara itu pada hari Senin kepada televisi RTL.
Sekitar setengah dari 4,7 juta barel per hari ekspor minyak mentah Rusia dikirim ke Uni Eropa. Rusia memasok sekitar seperempat dari impor minyak blok itu pada tahun 2020.
Di sisi permintaan, aktivitas pabrik Amerika Serikat (AS) tumbuh pada laju paling lambat dalam hampir dua tahun di bulan April, menurut survei dari Institute for Supply Management (ISM) pada hari Senin. Indeks ISM aktivitas pabrik nasional turun ke angka 55,4 bulan lalu, yang masih dianggap sebagai tanda ekspansi.
"Data ekonomi AS masih mengindikasikan ekspansi di sektor manufaktur, jauh dari angka resesi," kata Phil Flynn, analis pasar di Price Futures Group di Chicago.
China merilis data pada hari Sabtu yang menunjukkan bahwa aktivitas pabrik di ekonomi terbesar kedua di dunia itu mengalami kontraksi untuk bulan kedua berturut-turut ke level terendah sejak Februari 2020 karena penguncian terkait pandemi Covid-19.
"Perlambatan berpotensi menjadi masalah besar bagi pasar komoditas dan ekonomi dunia," Tobin Gorey, analis komoditas Commonwealth Bank, kata dalam sebuah catatan.
artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Harga Minyak Naik Lagi di Tengah Potensi Larangan Impor dari Rusia oleh Uni Eropa