TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 4,42% ke leve Rp 6.909,75 pada Senin (9/5/2022).
Saham-saham bank besar pun bertumbangan hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) pada penutupan perdagangan awal pekan ini setelah libur panjang.
Tumbangnya saham-saham bank besar tersebut menjadi top losers kemarin.
Baca juga: IHSG Senin Anjlok, Berikut Rekomendasi Saham di Hari Ini
Berdasarkan data RTI, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sama-sama anjlok hingga ARB sebesar 6,98% ke level Rp 8.325 dan Rp 4.530.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) merosot 6,46% ke level Rp 7.600 dan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tergelincir 4,34% ke level Rp 8.825.
Investor asing mencatat net sell Rp 2,59 triliun di seluruh pasar. Asing melakukan penjualan bersih Rp 1,3 triliun di saham BBCA, Rp 687 miliar pada BBRI, Rp 131 miliar pada BMRI dan Rp 71,21 miliar pada BBNI.
Baca juga: IHSG Anjlok, Investor Lokal Dinilai Tak Mampu Menahan Aksi Jual Asing
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus memandang penurunan tajam saham bank-bank besar ini hanya bersifat sementara di tengah tekanan ketidakpastian global yang masih besar.
"Kehati-hatian masih menjadi hal penting saat ini," katanya pada KONTAN, Senin (9/5).
Ia menekankan, prospek suatu saham tidak bisa hanya dilihat dari keluarnya asing, tetapi juga harus memperhatikan fundamental perbankan.
Selama fundamental dalam keadaan yang baik dan solid, dia melihat potensi valuasi untuk jangka panjang masih terbuka lebar.
Nico memang melihat bahwa tekanan pada saham perbankan ini akan mengikuti ketidakpastian yang tercipta di pasar.
Baca juga: IHSG Rontok 4,42 Persen, Investor Asing Ramai-ramai Jual Saham Hingga Rp 2,59 Triliun
Tetapi selama fundamental perusahaan bagus dan pemulihan perekonomian nasional berlanjut, ia menyakini tekanan bisa diredam meski masih butuh waktu.
Dengan begitu, Nico memperkirakan harga saham bank-bank besar ini akan kembali pulih.
Bahkan menurutnya, penurunan ini justru jadi kesempatan yang baik investor untuk melakukan pembelian.
Ia pun masih mempertahakan target harganya untuk BBCA, BBRI, BMRI dan BBNI masing-masing Rp 8.359, Rp 5.199, Rp 9.169, dan Rp 9.191 tahun ini.
Sementara Analis Senior CSA Research Intitute Rea Priyambada melihat rontoknya saham-saham big bank merupakan imbas dari pasar saham global yang memang cenderung mengalami pelemahan seiring dengan berbagai sentimen.
Sentimen negatif masih mewarnai pasar global mulai dari perang Rusia-Ukraina yang belum usai, kembali merebaknya kasus Covid-19 di berbagai negara, munculnya penyakit hepatitis yang belum diketahui asalnya, serta penurunan harga komoditas.
Ditambah lagi dengan kenaikan suku bunga The Fed.
Akibatnya, saham-saham yang sempat mengalami kenaikan jelang libur lebaran, termasuk perbankan, terkena aksi jual.
"Investor asing melakukan aksi jual untuk mengamankan posisi mereka sementara dengan memperhatikan berbagai sentimen yang ada.
Mereka mengamankan asetnya dulu sambil menunggu seperti apa dampak dari kebijakan The Fed ke depan," jelas Reza.
Sama seperti Nico, Reza melihat tekanan yang ada hanya akan bersifat sementara meski ia tidak bisa memprediksi penurunan saham perbankan ini akan setajam apa.
Perkiraanya, saham-saham itu akan kembali bangkit karena kondisi ekonomi domestik masih tercatat bagus dimana pada kuartal I PDB Indonesia tumbuh 5,01%.
"Selain itu, kinerja perbankan juga semakin membaik dan penyaluran kredit semakin meningkat," pungkasnya. (Dina Mirayanti Hutauruk/Tendi Mahadi)