Langkah yang dilakukan Bank BRI ke depan kata Andri tidak hanya akan membawa dampak positif bagi lingkungan, sebab secara bisnis bagi perusahaan, dengan segera berhenti mendanai sumber batubara, maka peluang untuk mengembangkan pendanaan bisnis hijau akan semakin terbuka luas dan perusahaan juga akan terhindar dari risiko stranded asset.
Baca juga: Hingga April 2022, Realisasi Penyaluran Kredit UMKM Bank Mandiri Tembus Rp 109,04 Triliun
“BRI tercatat mengambil bagian dalam kredit sindikasi untuk Mega Proyek PLTU Jawa 9-10 yang menelan biaya hingga 40 triliun rupiah dengan kapasitas 2.000 MW. PLTU Jawa 9-10 saat ini sedang masuk tahap pembangunan awal, bila BRI serius
terhadap komitmennya, BRI juga dapat mengawalinya dengan menarik keterlibatannya dari proyek ini,” ujar Andri.
Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI, Fanny Tri Jambore mengatakan, pendanaan pada industri ekstraktif termasuk batubara dan minyak bumi selama ini menyebabkan meluasnya kerusakan sehingga membuat merosotnya kualitas lingkungan dan hilangnya sumber penghidupan komunitas lokal, dan memicu krisis iklim.
Fanny mengungkapkan, lebih dari separuh luas daratan negara ini telah diambil alih oleh sektor industri ekstraktif.
Setidaknya izin sektor pertambangan terus merangsek hingga menguasai setidaknya 97,7 juta hektar luas kawasan di Indonesia.
“Pemusatan keuntungan pada segelintir tangan melalui industri energi fosil ini bertolak belakang pada upaya untuk mengatasi laju krisis iklim,” tegas Fanny.
Langkah Bank BRI ini harusnya juga menjadi sinyalemen kepada Otoritas Jasa Keuangan serta sektor pendanaan lainnya untuk memperbaiki visi dan arah kebijakan
pendanaan di Indonesia.
Sektor energi fosil seharusnya sudah tidak lagi mendapat tempat pada taksonomi hijau, serta tidak lagi dipermudah dalam mendapatkan sokongan pendanaan. Lembaga keuangan yang ada sekarang harus mengambil peran dalam mitigasi perubahan iklim melalui pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi regeneratif dan berkelanjutan, sebelum ditinggal oleh nasabah dan investor yang memiliki kepedulian terhadap bumi ini.
Direktur Utama BRI, Sunarso di konferensi World Economic Forum, Davos, Swiss menyebutkan, portofolio kredit perseroan ke sektor energi fosil terutama batu bara yang saat ini hanya kurang dari 3 % dari keseluruhan kredit BRI dipastikan tidak akan bertambah.
Pernyataan ini disampaikan oleh Sunarso saat ditanya tentang kemungkinan BRI terlibat dalam pembiayaan energi fosil yang belakangan dicoba untuk didorong kembali menyusul terjadinya krisis energi global akibat pandemi dan perang Rusia-Ukraina.
Inisiatif untuk membatasi pendanaan ke sektor pertambangan batu bara sebetulnya sudah diutarakan manajemen perseroan dalam laporan tahunan 2020. BRI disebut tidak akan lagi memberikan pembiayaan kredit pada usaha yang merusak lingkungan dan berkomitmen untuk menerapkan praktik keuangan berkelanjutan yang diintegrasikan dengan aspek ESG (Environment, Social, and Governance).
Kebijakan BRI untuk membatasi penyaluran kredit di sektor batu bara juga turut mendapat dukungan publik. Gerakan Bersihkan Indonesia menginisiasi petisi agar BRI menghentikan pembiayaan ke sektor baru bara. Petisi di laman Change.org itu sudah ditandatangani lebih dari 13.561 orang.