News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekonomi Sirkuler: Optimasi Masa Pakai Peralatan, Bantu Atasi Problem Limbah Elektronik

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi limbah elektronik

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir gaya hidup masyarakat kian lekat dengan perangkat digital dan akses virtual.

Apalagi adanya pandemi Covid-19 yang membatasi interaksi langsung di masyarakat menambah tinggi intensitas kegiatan virtual dengan menggunakan gawai.

Kebutuhan akan perangkat digital tersebut mengakibatkan praktik industri dan masyarakat yang berlebihan yang kemudian berdampak pada peningkatan timbulan limbah elektronik (e-waste) dan terbuangnya sumber daya elektronik tanpa ada kesempatan untuk diolah kembali.

Pada tahun 2021, masyarakat dunia diperkirakan telah membuang e-waste sebesar 57,4 juta ton, yang melebihi berat total dari Tembok Raksasa Tiongkok.

Baca juga: Dukung Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Kota Palembang, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk


Salah satu solusi dari pengelolaan e-waste adalah melalui penerapan ekonomi sirkular dengan pengelolaan produk yang baik dan optimalisasi masa pakai produk.

Kedua cara ini dapat meningkatkan penggunaan sumber daya alat elektronik yang lebih efisien dan mengurangi jumlah timbulan e-waste yang berdampak negatif pada lingkungan.

Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma ekonomi dari linear (ambil-pakai-buang) menjadi sirkular yang manfaatnya lebih panjang.

Sepanjang 2021, jumlah timbulan e-waste di Indonesia mencapai 2 juta ton.

Jumlah timbulan ini diproyeksikan akan semakin meningkat dengan semakin pendeknya usia barang elektronik yang akan membuat timbulan e-waste semakin besar di masa depan.

Baca juga: Ikan Mati Massal di Sungai Brantas, Ecoton Duga Akibat Limbah Industri Dibuang ke Sungai

Timbulan e-waste dapat menimbulkan masalah berupa paparan racun pada tanah dan air, yang berpotensi membahayakan rantai makanan dan berujung pada gangguan kesehatan manusia.

Salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi e-waste, misalnya, dilakukan melalui pengesahan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kebijakan tersebut memuat tahapan pengolahan e-waste yang dilakukan melalui: proses pembersihan dan penghilangan seluruh cairan dan gas; pembongkaran komponen secara manual; pemilahan dan pemisahan komponen yang dicopot; proses pemecahan dan pemotongan; dan pemrosesan lanjutan yang digunakan sebagai bahan baku serta bahan elektronik.

Kebijakan tentang pengelolaan e-waste juga dimandatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik yang fokus kepada tahapan penanganan menyeluruh, mulai dari proses pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, sampai pengolahan akhir sampah spesifik.

“Bappenas dengan didukung UNDP dan Pemerintah Denmark telah meluncurkan Laporan “Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Ekonomi Sirkular di Indonesia” yang menunjukan bahwa sektor Elektronik sebagai salah satu sektor prioritas dalam penerapan ekonomi sirkular.

Penerapan Ekonomi sirkular yang lebih dari sekedar pengelolaan sampah, namun juga mencakup pengelolaan sumber daya alam pada kelima sektor prioritas (Elektronik, Makanan dan Minuman, Tekstil, Konstruksi, dan Retail yang berfokus pada kemasan plastik) berpotensi meningkatkan PDB pada kisaran Rp 593 triliun hingga Rp 638 triliun, menciptakan 4,4 juta lapangan pekerjaan, dan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030. ” ujar Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto.

Baca juga: Indonesia-Korea Selatan Teken Kerja Sama di Bidang Manajemen Limbah

Secara khusus di dalam studi tersebut juga diketahui bahwa penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik berpotensi meningkatkan PDB Rp12,2 triliun pada 2030.

Pada aspek lingkungan, penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik diprediksi dapat membantu Indonesia menghindari hampir 0,4 juta ton emisi CO2 dan menghemat 0,6 miliar meter kubik air pada 2030.

Dari sisi sosial, sirkularitas di sektor elektronik juga dapat menghasilkan penghematan rumah tangga tahunan senilai sekitar Rp88.000 atau 0,2 persen dari rata-rata pengeluaran rumah tangga tahunan saat ini.

“Alat elektronik multifungsi dengan daya pakai yang pendek membuat banyak pihak, termasuk kami, perlu memikirkan solusi yang efisien agar e-waste di Indonesia bisa lebih terkendali.

Temuan dari kajian Bappenas, membuat kami percaya bahwa penerapan ekonomi sirkular tidak hanya dapat mengurangi timbulan e-waste, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap aspek ekonomi dan sosial.

Baca juga: Tekan Limbah dan Pencemaran Lingkungan, Ekonomi Sirkuler Kini Mulai Diadopsi Industri Fesyen

Dengan ekonomi sirkular, alur industri elektronik tidak lagi terdiri atas produksi, konsumsi, dan buang, melainkan produksi, konsumsi, dan kelola dengan bijak,” jelas Vanessa Letizia, Direktur Eksekutif dari Greeneration Foundation, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup bermitra dengan Kementerian PPN/BAPPENAS dan UNDP Indonesia, serta didukung oleh Kerajaan Denmark dalam usaha mengkomunikasikan penerapan ekonomi sirkular kepada masyarakat Indonesia.

Prinsip 9R ekonomi sirkular –yang terdiri dari Refuse - Rethink - Reduce - Reuse - Repair - Refurbish - Remanufacture - Repurpose - Recycle – menjadi kunci dalam penggunaan barang elektronik yang lebih berkelanjutan.

Beberapa prinsip 9R yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi atau mengganti penggunaan bahan dasar alat elektronik berbahaya (refuse).

Contohnya, produsen alat elektronik dapat mengganti refrigeran halokarbon pada pendingin udara dengan refrigeran berbahan hydrocarbon (HC) yang hemat energi.

Konsumen juga dapat memilih alat elektronik yang bisa digunakan bersama untuk mengurangi konsumsi alat elektronik (rethink).

Barang elektronik yang sudah tidak terpakai tetapi masih berfungsi dapat diberikan pada kerabat atau disumbangkan agar tidak terbuang dan tetap bisa digunakan (reuse).

Tahapan siklus 9R selanjutnya, alat elektronik yang rusak dapat dibawa ke tempat reparasi (repair) untuk memperpanjang masa pakainya atau ke tempat reparasi resmi yang menyediakan layanan peremajaan alat elektronik (refurbish).

Selain itu, penggunaan komponen alat elektronik lama untuk memperbaiki alat elektronik yang masih relatif baru (remanufacture) dan membawa alat elektronik ke fasilitas daur ulang (recycle) juga menjadi upaya untuk menerapkan ekonomi sirkular.

Penerapan prinsip ekonomi sirkular 9R di masyarakat dapat menjadi langkah awal transisi ekonomi sirkular di Indonesia sebagai upaya meningkatkan efisiensi sumber daya dan pengelolaan e-waste.

Pada akhirnya, upaya tersebut tidak hanya akan berkontribusi terhadap lingkungan, tetapi juga pada pembangunan ekonomi negara yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini