Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, setiap PT Pertamina akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), harus mendapat izin dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dia menilai, harga Pertamax dengan research octane number (RON) 92 selama ini masih dijual murah, sehingga membebani anggaran negara melalui alokasi kompensasi.
"Termasuk penetapan harga Pertamax Rp 12.500 per liter atas persetujuan pemerintah. Harusnya dilepas saja sesuai mekanisme pasar seperti yang dilakukan Shell," ujarnya melalui sambungan telepon kepada Tribunnews.com, ditulis Minggu (12/6/2022).
Dia menjelaskan, harga Pertamax sekarang Rp 12.500 per liter memang tidak disubsidi, tapi pemerintah mengeluarkan kompensasi lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Baca juga: Jual Pertamax di Bawah Harga Keekonomian, Pertamina Ngos-ngosan
"Bebankan APBN juga. Kalau ingin pangkas beban tadi, harga Pertamax ke atas serahkan ke pasar," kata Fahmy.
Di sisi lain, dia menilai kenaikan harga Pertamax dengan sesuai mekanisme pasar, tidak akan menyebabkan inflasi naik signifikan.
Baca juga: Pemilik Mobil Pribadi Seharusnya Pakai Pertamax
"Meski harga tinggi, kontribusi ke inflasi kecil. Pengguna Pertamax 12 persen, sehingga kenaikan harga tidak berkontribusi signifikan ke inflasi," pungkasnya.