Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Rahma Gafmi melihat dampak Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,75 persen, sehingga menjadi di kisaran 1,5 persen dan 1,75 persen, akan berdampak terhadap perekonomian di Indonesia.
Menurut Rahma, saat ini ketakutan akan hard landing meningkat di AS. Bank Dunia telah memangkas perkiraan pertumbuhan global menjadi 2,9 persen tahun ini.
"Tentu ini akan menyakiti semua masyarakat, karena mereka akan kehilangan pekerjaan dan pendapatan," ujar Rahma saat dihubungi, Kamis (16/6/2022).
Baca juga: Suku Bunga The Fed Naik, CORE: BI Harus Naikkan Suku Bunga Acuan
Rahma meyakini bahwa resesi di Amerika Serikat, Eropa, Kanada, Jepang, dan Amerika Latin tidak dapat dihindari. Tetapi, lanjut dia, resesi juga merupakan peluang untuk membeli aset yang dijual dengan diskon besar-besaran.
"Yang sangat membahayakan untuk kenaikan suku Fed ini pasti berdampak juga pada suku bunga kita. Pastinya ini suka tidak suka BI akan menaikkan juga suku bunga acuannya," kata Rahma.
Rahma menerangkan, kenaikan suku bunga The Fed berdampak kenaikan suku bunga global. Berpotensi membuat beban masyarakat Indonesia meningkat. Bunga kredit rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor dan pinjaman modal usaha bakalan naik.
Baca juga: Suku Bunga The Fed Naik, Anggota Komisi XI DPR Minta Bank Indonesia Tak Usah Latah
"Kredit macet adalah bom waktu di negara kita saatnya nanti. Tahun ini perekonomian kita sepertinya relatif resilient," tutur Rahma.
Namun, ucap Rahma, pemerintah juga masih punya ruang untuk menahan gejolak. Sehingga pasar saham dan pasar obligasi tidak terlalu bergejolak.
"Yang mengkhawatirkan itu tahun depan dengan berakhirnya POJK ketika ekonomi global baru mengalami kontraksi yang lebih dalam," imbuh Rahma.
Rahma melihat, Indonesia bermasalah di kredit macet karena pemerintah masih melihat bank bank yang membukukan profitnya jadi masih dianggap aman.
"Padahal di balik itu, ampun deh Non Performing Loan (NPL) nya. Kita liat saja Maret tahun depan dimana POJK berakhir," kata Rahma.