Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Federal Reserve AS (The Fed) menjanjikan kenaikan suku bunga lebih lanjut, sebagai langkah untuk menurunkan inflasi yang tinggi.
Namun langkah The Fed menjanjikan kenaikan suku bunga mendorong kekhawatiran yang berkembang di kalangan investor dan ekonom mengenai biaya pinjaman yang tinggi yang akan memicu penurunan ekonomi secara tajam.
Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan banyak yang khawatir The Fed akan bertindak terlalu agresif dengan menjanjikan kenaikan suku bunga dan mendorong ekonomi Amerika Serikat (AS) ke jurang resesi.
Baca juga: Sentimen The Fed Masih Jadi Penekan Laju Rupiah Melemah
"Banyak yang khawatir bahwa The Fed mungkin bertindak terlalu agresif dan mungkin mendorong ekonomi ke dalam resesi," kata Mary Daly dalam sebuah wawancara di LinkedIn, yang dikutip dari Reuters.
Namun Daly mengaku, ia khawatir inflasi yang tidak terkendali akan menjadi ancaman utama bagi ekonomi Amerika Serikat.
"Saya sendiri khawatir jika tidak terkendali, inflasi akan menjadi kendala dan ancaman utama bagi ekonomi AS dan ekspansi yang berkelanjutan," ungkapnya.
Daly menambahkan, The Fed berusaha menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi yang melonjak.
"Kami sedang bekerja ke arah itu secepat mungkin, dan mudah-mudahan orang Amerika di mana pun akan mulai melihat sedikit kelegaan di dompet mereka," ujarnya, seraya menambahkan dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat tetapi tidak berhenti tumbuh.
The Fed pada awal bulan ini telah menaikkan suku bunga sebesar tiga perempat poin presentase, ke kisaran 1,5 persen hingga 1,75 persen untuk memerangi inflasi yang berada di level tertinggi dalam 40 tahun. Kenaikan suku bunga The Fed ini merupakan kenaikan terbesar sejak tahun 1994.
Presiden The Fed New York, John Williams juga mengatakan dia melihat perlunya tindakan tegas untuk mengekang inflasi yang tinggi.
Baca juga: Lonjakan Suku Bunga oleh The Fed Bikin Pasar Perumahan di AS Tertekan
"Kita perlu bergerak cepat. Dalam hal pertemuan kami berikutnya, saya pikir 50 (basis poin) atau 75 jelas akan menjadi perdebatan," kata Williams.
Baik Daly maupun Williams mengatakan mereka memperkirakan tingkat pengangguran akan naik persepuluh poin presentase, dari level 3,6 persen saat ini, namun mereka mengatakan pasar tenaga kerja AS masih kuat dan ekonomi AS memiliki momentum yang cukup sehingga mereka tidak mengharapkan resesi.
Dalam sebuah esai yang diterbitkan Selasa kemarin, Presiden The Fed St. Louis, James Bullard memberikan dua contoh di masa lalu yaitu pada tahun 1983 dan 1994, ketika The Fed menaikkan suku bunga namun tidak memicu resesi, dan mengatakan bank sentral harus mengikuti contoh tersebut.
"Panduan ke depan The Fed bahwa kenaikan suku bunga kebijakan tambahan kemungkinan dalam beberapa bulan mendatang adalah langkah yang disengaja untuk membantu Komite Pasar Terbuka Federal AS (FOMC) lebih cepat memindahkan kebijakan yang diperlukan untuk membawa inflasi kembali sejalan dengan target 2 persen the Fed," tulis Bullard.
Data dari Conference Board menunjukkan kepercayaan konsumen AS turun ke level terendah dalam 16 bulan pada bulan Juni ini, di tengah kekhawatiran mengenai inflasi yang tinggi.
Daly mengatakan, ini menjadi peringatan dan dia akan mengawasi penurunan kepercayaan konsumen AS dengan cermat.
"Membuat orang merasa nyaman bahwa dolar yang mereka peroleh hari ini akan membayar barang yang mereka inginkan besok -- itu bukan lagi sesuatu yang membuat orang merasa percaya diri, dan kita harus memulihkan kepercayaan itu," katanya.
Baca juga: Saham-saham di Bursa Wall Street Tumbang karena Naiknya Kekhawatiran Atas Resesi
The Fed Naikkan Suku Bunga 75 Basis Poin
Kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) atau bank sentralnya Amerika Serikat ternyata berpengaruh positif terhadap bursa global.
Seperti diketahui The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (Bps) menjadi 1,5-1,75 persen pada Kamis (16/6/2022) dini hari.
Kebijakan tersebut ternyata mendongkrak perdagangan saham global, termassuk Indonesia.
Mengutip RTI, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 1,62 persen atau 113,611 poin ke level 7.120,661 pada perdagangan sesi I Kamis siang.
Tercatat 284 saham naik yang membuat IHSG melesat, 148 saham turun, dan 140 saham stagnan. Total volume perdagangan 18,19 miliar saham dengan nilai transaksi capai Rp 9,9 triliun.
Seluruh 11 sektor menopang laju IHSG. Tiga sektor penopang terbesar IHSG yakni IDX-Energy 3,31 % , IDX-Industry 2,55 % , dan IDX-Infra 1,96 % .
Saham-saham top gainers LQ45:
- PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) naik 7,29 % ke Rp 1.840
- PT Medco Energi International Tbk (MEDC) naik 7,20 % ke Rp 670
- PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 5,56 % ke Rp 33.200
Baca juga: Dampak The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan, Jumlah Pengangguran Diprediksi Meningkat
Saham-saham top losers LQ45:
- PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) turun 0,77 % ke Rp 9.725
- PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) turun 0,75 % ke Rp 2.660
- PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) turun 0,62 % ke Rp 4.770
Kenaikan IHSG turut disokong aksi beli investor asing. Di pasar reguler, net buy asing Rp 97,465 miliar dan Rp 130,189 miliar untuk keseluruhan market.
Saham-saham dengan beli bersih asing terbesar adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 101,3 miliar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 66 miliar, dan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) Rp 45,5 miliar.
Saham-saham dengan jual bersih asing terbesar adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 69,6 miliar, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp 40,2 miliar, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) Rp 38,8 miliar.
Baca juga: Kenaikan Suku Bunga The Fed Diprediksi Berdampak pada Hipotek Suku Bunga Tetap
Perdagangan di Wall Street
Indeks utama Wall Street menguat lebih dari 1 % pada hari Rabu (15/6/2022). Kenaikan Bursa Saham Amerika Serikat (AS) ini didorong kenaikan saham keuangan.
Para investor juga tengah menunggu seberapa tinggi Federal Reserve menaikkan suku bunga pada pertemuan kebijakan bulan ini untuk memadamkan inflasi.
Mengutip Reuters, pada pukul 09:44 waktu setempat, Indeks Dow Jones Industrial Average naik 315,84 poin, atau 1,04 % , pada 30.680,67. Kemudian indeks S&P 500 juga naik 48,12 poin, atau 1,29 % , pada 3.783,60, dan Indeks Nasdaq Komposit naik 179,38 poin, atau 1,66 % , menjadi 11.007,73.
Sepuluh dari 11 sektor S&P utama naik di awal perdagangan, dengan sembilan di antaranya naik lebih dari 1 % . Sektor konsumen discretionary dan keuangan memimpin yang masing-masing naik 1,6 % dan 1,7 % .
Sektor energi satu-satunya yang mengalami penurunan, turun 0,5 % . Pasar kelas berat Apple Inc, Meta Platform, Alphabet Inc, Microsoft Corp dan Amazon.com Inc menguat di range 1,3 % dan 2,5 % .
Baca juga: Kenaikan Suku Bunga The Fed Pengaruhi Pinjaman Bank untuk Kredit Rumah Hingga Mobil
Para trader hampir sepenuhnya memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed sebesar 75 basis poin, naik dari 8,2 % seminggu yang lalu, menurut Alat FedWatch CME. Kenaikan besar seperti itu akan mengangkat suku bunga kebijakan target jangka pendek Fed ke kisaran 1,5 % dan 1,75 % .
Selain itu, saham Goldman Sachs naik 2,4 % memimpin kenaikan di antara bank-bank besar. saham Nucor Corp melonjak 4,6 % setelah memperkirakan laba kuartal saat ini yang optimis karena permintaan baja yang kuat.
Saham Boeing Co juga melonjak 4,7 % setelah China Southern Airlines Co Ltd minggu ini melakukan penerbangan uji dengan pesawat 737 MAX untuk pertama kalinya sejak Maret, sebagai tanda kembalinya jet di China bisa semakin dekat. permintaan rebound.