News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Minyak Goreng

Harga TBS Anjlok, Petani Minta Presiden Jokowi Turun Tangan Mengatasinya

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit. Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera mengatasi anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

"Sebab jika tidak dilakukan akan terus berdampak buruk pada harga TBS petani plasma sawit yang pada akhirnya menyebabkan petani kesulitan untuk membayar angsuran pinjaman untuk membangun kebun plasma pada bank dan akan juga menyebabkan petani sulit untuk membeli pupuk," lanjutnya.

Dia menambahkan, harga TBS Anjlok saat ini berada di kisaran Rp 500 sampai Rp 1.000 per kg meski keran ekspor sudah mulai dibuka.

Penyebabnya adalah Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 98/PMK.010/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Dalam aturan itu, minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) yang akan dikirim ke luar negeri dikenakan pajak yang sangat tinggi yakni 32,5 persen hingga 49.9 persen.

Angka ini sangat jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Malaysia yang memungut pajak hanya 6 persen sampai 8 persen.

Baca juga: Kejagung Mengaku Belum Temukan Bukti Eks Mendag Muhammad Lutfi Terima Suap dari Pengusaha Sawit

"Itulah kenapa harga TBS Kelapa sawit di Sana mahal Rp 4.000-Rp 5.000 per kg," ucapnya.

Selain itu, petani sawit juga minta pemerintah untuk mempercepat ekspor CPO, dipermudah agar harga TBS bisa cepat normal.

APPKSI pun meminta dimaksimalkan pengawasan di pabrik-pabrik kelapa sawit yang beralasan tangkinya penuh supaya petani tidak menjadi korban, di mana ini merupakan kondisi darurat.

"Kalau perusahaan yang besar-besar tentu masih tenang, dia menyelamatkan PKS-nya sendiri. Menyelamatkan TBS-nya sendiri. Tidak terima lagi TBS pihak ketiga. Jadi, korban kebijakan pemerintah ini, DMO dan DPO ini adalah petani," ujarnya.

Ia pun menyampaikan, petani setiap bulan produksi minyak sawit Indonesia mencapai 4 juta ton, ekspor 3 juta ton, di mana stok akhir akan sekitar 2 juta ton hingga 3 juta ton.

"Itu kondisi alamiahnya. Tapi, karena ada DMO dan DPO, apalagi dengan rasio 1:5, dimana DMO 300 ribuan ton. Berarti yang bisa diekspor adalah 1,5 jutaan ton. Artinya, ada akumulasi penumpukan di tangki CPO. Kepenuhan, PKS pun mengurangi pembelian TBS, akhirnya petani merugi," ujar Muhamadyah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini