News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengusaha Kelapa Sawit Minta Kebijakan DMO dan DPO Dievaluasi, Ini Alasannya

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi kelapa sawit. Pengusaha kelapa sawit Indonesia meminta agar pemerintah mengevaluasi kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) pada produksi minyak goreng curah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengusaha kelapa sawit Indonesia meminta agar pemerintah mengevaluasi kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) pada produksi minyak goreng curah.

Pasalnya, selain telah lebih dari sebulan diterapkan, harga minyak goreng curahnya sudah lebih mahaldari harga crude palm oil (CPO).

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono mengatakan penetapan harga DPO seharusnya lebih rendah dari pada harga riil.

Baca juga: Harga Minyak Goreng Terbaru Senin, 11 Juli 2022 di Alfamart dan Indomaret: Sania hingga Fortune

DPO untuk minyak goreng curah saat ini Rp 10.600 per kg, sedangkan harga CPOnya lebih rendah yaitu 7.000 per kg.

“Artinya ini sudah tidak sesuai, maka dari itu perlu ada evaluasi,” tutur Eddy dikutip dari Kontan.co.id, Senin (11/7/2022).

Eddy menambahkan, kebijakan ini telah berlaku sejak 31 Mei 2022 lalu, yang artinya kebijakan DMO dan DPO telah diimplementasikan lebih dari satu bulan.

“Untuk kebijakan DMO dan DPO perlu dievaluasi kembali, kebijakan DMO memang sudah diperbesar menjadi 1:7 namun ternyata masalah utamanya yaitu eksportir kesulitan mendapatkan kapal untuk kebutuhan ekspor CPO,” kata Eddy.

Eddy juga menjelaskan, kesulitan eksportir dalam memperoleh kapal ekspor juga berimbas kepada penurunan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Sawit milik petani.

Meskipun produsen CPO sudah mengantongi dokumen persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan.

Karena stok melimpah yang diakibatkan kesulitan ekspor akibat tidak dapat kapal, produsen pun tidak bisa menyerap TBS dari petani, sehingga harga TBS menjadi turun.

“Saat pelarangan ekspor para pemilik kapal mengalihkan kapalnya untuk angkut crude oil dari Russia.

Hal seperti ini bukan rutin terjadi karena kapal itu biasanya kontrak jangka panjang bukan model on the spot, ini karena mereka tidak mungkin membiarkan kapal mereka tidak beroperasi sedangkan waktu itu jangka waktu pelarangan ekspor tidak ada,” jelas Eddy.

Baca juga: BUMN Diminta Bangun Pabrik Pengolahan Sawit untuk Jaga Stabilitas Harga TBS Petani

Lebih lanjut, saat dimintai tanggapan terkait minyak goreng curah kemasan atau Minyak Kita, Eddy mendukung kebijakan ini.

Sebab kata dia, pengemasan kembali minyak goreng curah kemasan dapat mempermudah proses distribusi dan mengurangi resiko kehilangan produksi dan memudahkan proses pengawasannya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini