Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI – Rupee India jatuh ke lebih dari 80 per dolar Amerika Serikat untuk pertama kalinya pada Selasa (19/7/2022).
Hal ini disebabkan oleh greenback yang memperpanjang reli dan meningkatnya arus keluar modal asing.
Menurut data Bloomberg, Rupee India berada di posisi 80.0600 terhadap greenback setelah perdagangan dimulai.
Baca juga: Nilai Ekspor Mencapai 2,92 Miliar Dolar AS, Produksi Udang Indonesia Berpotensi Kuasai Pasar Global
Dikutip dari Channel News Asia, Selasa inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga di AS, ditambah dengan kekhawatiran resesi yang akan datang telah memicu reli dolar yang luas dalam beberapa pekan terakhir, karena investor semakin menghindari risiko.
Selain itu, kebijakan moneter AS yang lebih ketat telah memperburuk arus keluar modal asing dari pasar negara berkembang seperti India, di mana investor asing telah menarik utang dan ekuitas bersih senilai 30,8 miliar dolar AS tahun ini.
Data yang dirilis pekan lalu menunjukkan inflasi harga konsumen AS mencapai level tertinggi, melebihi perkiraan pasar dan memicu ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve lainnya.
Dalam sebuah pernyataan tertulis kepada parlemen India pada hari Senin (18/7), menteri keuangan India, Nirmala Sitharaman mengaitkan penurunan tajam rupee dengan alasan eksternal.
"Faktor global seperti konflik Rusia-Ukraina, melonjaknya harga minyak mentah dan pengetatan kondisi keuangan global adalah alasan utama melemahnya Rupee India terhadap dolar AS," katanya.
Pada saat yang sama, mata uang India telah menguat terhadap pound Inggris, yen Jepang dan euro pada tahun 2022 sejauh ini,” imbuh Sitharaman.
Baca juga: Bobol Rumah Presiden Gara-gara Negaranya Bangkrut, Demonstran Sri Lanka Temukan Uang Jutaan Rupee
Sementara itu, defisit perdagangan barang India melebar ke rekor 26,18 miliar dolar AS pada Juni, sebagian besar karena harga impor minyak mentah dan batu bara yang lebih tinggi.
Dalam tinjauan ekonomi bulanannya, Kementerian Keuangan India mengatakan bahwa impor yang lebih mahal dapat memperlebar defisit transaksi berjalan dan menyebabkan rupee semakin terdepresiasi.
Di sisi lain, inflasi harga konsumen di India sedikit mereda menjadi 7,01 persen pada Juni setelah mencapai level tertinggi di kisaran 7,79 persen pada April.
Kenaikan harga telah bertahan jauh di atas kisaran target bank sentral sebesar 2 persen hingga 6 persen, meskipun ada kenaikan suku bunga berturut-turut pada Mei dan Juni.
Bank sentral juga telah menjual lebih dari 34 miliar dolar AS cadangan mata uang asingnya dalam upaya menstabilkan rupee.