News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sri Lanka Bangkrut

Inflasi Sri Lanka Diprediksi Capai 70 Persen dalam Dua Bulan ke Depan

Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang mengantri untuk membeli minyak tanah untuk keperluan rumah tangga di sebuah stasiun pasokan di Kolombo pada 17 Juni 2022. Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Nandalal Weerasinghe memperkirakan inflasi di negaranya akan mencapai 70 persen dalam waktu dua bulan ke depan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Nandalal Weerasinghe memperkirakan inflasi di negaranya akan mencapai 70 persen dalam waktu dua bulan ke depan.

Sementara menurut data Pemerintah Sri Lanka, Indeks Harga Konsumen Nasional naik 45,3 persen tahun ke tahun di bulan Mei, sedangkan di bulan April hanya berkisar 33,8 persen.

Dilansir dari CNBC, Jumat (22/7/2022) inflasi makanan di Sri Lanka juga melonjak 58 persen tahun ke tahun di bulan Mei dibandingkan dengan 45,1 persen di bulan April.

Baca juga: Pelantikan Ranil Wickremesinghe sebagai Presiden Sri Lanka Diwarnai Insiden Liputan Terputus

“Sri Lanka telah memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas dana yang diperpanjang oleh Dana Moneter Internasional sebesar 3 miliar dolar AS selama tiga tahun,” kata Weerasinghe.

Sebelumnya, Sri Lanka berada dalam pergolakan krisis ekonomi yang terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948.

Akibat krisis ekonomi, Sri Lanka tidak dapat membayar utang luar negerinya, ditambah dengan krisis pasokan bahan bakar dan makanan semakin membuat kekacauan di negara itu.

“Begitu IMF mulai mengeluarkan uang di bawah apa yang akan menjadi program IMF ke-17 Sri Lanka, lembaga lain seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia akan menambah dana ini dengan tambahan 4 miliar dolar AS,” ungkap Weerasinghe.

Weerasinghe juga mengatakan bahwa krisis ekonomi saat ini adalah kesempatan bagi otoritas Sri Lanka untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak membalikkan reformasi begitu program IMF berakhir.

“Setelah program selesai, kami telah melihat pihak berwenang mundur dan membalikkan kebijakan yang baik,” katanya.

Baca juga: Ditunjuk Jadi Presiden Baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe Langsung Ditolak Massa, Simak Profilnya

“Bagi saya, ini adalah kesempatan bagi pihak berwenang untuk belajar dan bergerak ke arah yang benar, bahkan di luar program IMF. Itulah kunci bagi kami untuk mengelola ekonomi ini secara berkelanjutan,” imbuhnya.

Mengakui bahwa penting untuk memiliki jaring pengaman sosial bagi masyarakat miskin, dia mengatakan bahwa akar penyebab krisis ekonomi saat ini terletak pada salah urus fiskal selama beberapa dekade.

“Pemerintah telah menjalankan defisit fiskal yang besar sekitar 8 hingga 9 persen dalam waktu yang lama. Sehingga kami memiliki utang publik yang sangat tinggi,” jelas Weerasinghe.

Sementara itu, Weerasinghe optimis bahwa reformasi akan dilakukan di bawah Wickremesinghe, yang terpilih sebagai presiden baru pada hari Rabu (20/7/2022).

Baca juga: Presiden Sri Lanka Cuma 15 Hari Diizinkan Tinggal di Singapura, Mau ke India Tapi Ditolak

Gubernur bank sentral Sri Lanka itu menggambarkan Wickremesinghe sebagai “pendukung kuat” reformasi ekonomi, setelah mengetahui Wickremesinghe terlibat dalam negosiasi dengan IMF.

“Saya berharap komitmen itu akan terus berlanjut, semakin cepat semakin baik, sehingga kita bisa mengurangi rasa sakit yang kita alami saat ini,” kata Weerasinghe.

Di sisi lain, bank sentral Sri Lanka memperkirakan bahwa masalah rendahnya cadangan devisa akan berlanjut selama beberapa bulan ke depan sampai kesepakatan tercapai dengan IMF.

Weerasinghe juga mengatakan, Sri Lanka sedang menegosiasikan jalur kredit dengan beberapa negara sahabat seperti India, Jepang, Cina dan Bangladesh.

Baca juga: Wickremesinghe Terpilih sebagai Presiden Sri Lanka, Demonstran: Dia Lebih Licik dari Rajapaksa

Selain itu, Weerasinghe menepis laporan bahwa Sri Lanka telah jatuh ke dalam “jebakan utang China.”

Sebelumnya, China telah mendanai pembangunan infrastruktur besar-besaran di Sri Lanka dan memperpanjang pinjaman selama beberapa dekade terakhir.

Dalam contoh yang sering dikutip, Sri Lanka terpaksa menyewakan pelabuhan Hambantota-nya kepada sebuah perusahaan Cina selama 99 tahun setelah gagal membayar kembali pinjamannya.

“Saya tidak setuju dengan konsep terjebak oleh utang China,” kata Weerasinghe, seraya menambahkan bahwa China telah “berinvestasi dan membantu” Sri Lanka dalam jangka waktu yang lama.

Baca juga: Australia, Singapura hingga Inggris Desak Warganya Hindari Perjalanan Tidak Penting ke Sri Lanka

Sri Lanka Bangkrut

Sri Lanka mengalami bangkrut setelah gagal mengatasi krisis ekonomi yang parah selama berbulan-bulan.

Sri Lanka memiliki tumpukan utang, gagal bayar, dan cadangan devisa yang menipis.

Sebagai informasi mengutip dari Channel News Asia, utang luar negeri Sri Lanka per akhir 2021 yaitu sebesar 50,72 miliar dolar AS. Jumlah ini sudah termasuk produk domestik bruto (PDB), utang 12 miliar dolar AS yang harus dibayarkan pada Agustus mendatang, serta pembayaran 21 miliar dolar pada akhir 2025.

Imbas dari pembengkakan utang ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa sekitar 80 persen masyarakat Sri Lanka di tahun ini berpotensi mengalami kekurangan pangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini