Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah membubarkan sejumlah perusahaan pelat merah yang sudah lama tidak beroperasi ataupun pailit.
BUMN yang dimaksud seperti PT Kertas Kraft Aceh (Persero), PT Industri Gelas (Persero) dan PT Industri Sandang Nusantara (Persero).
Keputusan pembubaran ketiga BUMN di atas adalah langkah terbaik yang dilakukan Pemerintah.
Baca juga: Profil PT Istaka Karya yang Dinyatakan Pailit dan akan Dibubarkan
Pasalnya, 3 BUMN tersebut sudah tidak dapat melaksanakan perannya dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, meraih keuntungan, dan memberikan kemanfaatan umum sesuai Undang- Undang BUMN No.19 Tahun 2003.
Diketahui, terdapat pula 1 BUMN yang tinggal menunggu keputusan untuk segera dibubarkan, yaitu Istaka Karya.
Kepastian ini terjadi setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan Perjanjian Perdamaian (homologasi) oleh PT Riau Anambas Samudra melalui putusan No. 26/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Jkt.Pst. Jo. No. 23/Pdt-Sus-PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 12 Juli 2022.
Pembatalan homologasi tersebut dilakukan setelah Istaka Karya tidak mampu memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo pada akhir 2021 sesuai Putusan Perdamaian Nomor 23/PKPU/2012/PN Niaga Jakarta Pusat tanggal 22 Januari 2013.
Sejak putusan homologasi pada tahun 2013, Istaka Karya tidak menunjukkan perbaikan kinerja.
Berikut ini daftar perusahaan BUMN yang pailit selain Istaka Karya:
- PT Industri Sandang Nusantara (Persero)
Industri Sandang Nusantara atau ISN menghadapi kompetisi industri tekstil yang sangat tinggi dengan kondisi industri yang secara umum dalam fase sunset.
Perusahaan mengalami kerugian terus-menerus di mana pendapatan perusahaan per tahun 2020 sebesar Rp52 miliar dan rugi bersih sebesar Rp86,2 miliar.
Baca juga: Daftar BUMN Pailit, Kewajiban Istaka Karya Rp 1,08 Triliun, Ekuitas Minus Rp 570 Miliar
Terkait dengan penyelesaian kewajiban karyawan termasuk pesangon, akan diselesaikan melalui penjualan aset milik ISN di Grati, Jawa Timur, yang saat ini sedang dilakukan penjualan melalui lelang.
- PT Industri Gelas (Persero)
Iglas dihadapkan dengan kondisi teknologi alat produksi yang sudah sangat tertinggal serta permintaan pasar terhadap produksi botol kaca hijau yang sangat minim akibat dampak substitusi produk botol plastik.
Sejak tahun 2015, pendapatan utama Iglas hanya berasal dari non-core business, yaitu sewa gudang dan penjualan sisa persediaan. Per 2020, ekuitas Iglas negatif sebesar Rp1,32 triliun.
Seluruh kewajiban terhadap 429 eks karyawan Iglas, termasuk pesangon, telah diselesaikan pada September 2021. Sementara kewajiban kreditur dan vendor lainnya akan diselesaikan dengan penjualan aset yang akan dilakukan oleh kurator.
Baca juga: Istaka Karya Pailit, Staf Khusus Menteri BUMN Angkat Suara Soal Nasib Karyawan
- PT Kertas Kraft Aceh (Persero)
KKA sudah menghadapi kondisi di mana teknologi alat produksi sudah tertinggal, sehingga sudah tidak mampu bersaing dengan kompetitor yang memiliki teknologi terkini.
Jika dilakukan revitalisasi, akan membutuhkan biaya investasi yang sangat besar.
Pendapatan KKA sejak 2012 hanya berasal dari optimalisasi pembangkit listrik yang saat ini dijalankan dengan skema kerjasama operasi (KSO) sewa pembangkit bersama PJBS.
Per 2020, posisi ekuitas KKA negatif Rp2 triliun.
Menindaklanjuti pembubaran KKA, kewajiban karyawan termasuk pesangon akan dibayarkan melalui mekanisme dana talangan oleh PPA.
Baca juga: Aset BUMN Pailit Harus Dilelang, Kalau Tak Laku Gimana Ya?
Pembubaran BUMN Adalah Langkah yang Tepat
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengungkapkan, langkah pembubaran perusahaan pelat merah merupakan hal yang tepat.
Karena, perusahaan BUMN yang dimaksud arus kasnya sudah buruk dan bisnis yang digarapnya sudah tidak dapat bersaing lagi.
Sehingga apabila terus dilanjutkan dampaknya akan semakin buruk.
“Rencana likuidasi atau penutupan BUMN sudah ada sejak era Menteri Rini. Jadi, Erick Thohir mengeksekusi rencana yang gagal diimplementasikan di periode lalu,” ucap Toto Pranoto kepada Tribunnews, Senin (25/7/2022).
“Likuidasi BUMN ini cocok dilaksanakan pada kondisi dimana BUMN secara finansial sudah buruk dan produk/jasanya sudah tidak kompetitif. Maka sebaiknya BUMN seperti ini bisa masuk opsi likuidasi. Misal kasus di PT Industri Gelas,” sambungnya.
Baca juga: Merpati Airlines Pailit, Ini Kilas Balik Perjalanan Panjang Maskapai Pelat Merah Ini
Sebaliknya, lanjut Toto, jika posisi BUMN tersebut secara keuangan masih merugi tetapi produk atau jasanya bersifat vital bagi kebutuhan masyarakat luas, maka perusahaan yang dimaksud harus disembuhkan.
Salah satu upaya penyembuhannya dengan cara direstrukturisasi.
“Kalau posisi BUMN tersebut secara finansial masih merugi namun produk/jasanya bersifat vital bagi kebutuhan publik, maka BUMN tersebut harus dilakukan langkah restrukturisasi untuk penyehatan perusahaan. Contoh misal Krakatau Steel,” pungkas Toto.
Istaka Karya Pailit
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat resmi memutuskan, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Istaka Karya dinyatakan pailit. Putusan ini tertuang dengan nomor putusan 26/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Jkt.Pst Jo.
“Ya betul, PT Istaka Karya (Persero) dalam kondisi pailit,” kata Sekretaris Perusahaan Istaka Karya, Yudi Kristanto seperti dikutip dari Kompas.com.
Setelah Istaka Karya dinyatakan pailit, selanjutnya pada 25 Juli 2022 akan dilakukan rapat kreditor pertama. Dilanjutkan oleh agenda batas akhir pengajuan tagihan pada 9 Agustus 2022, dan rapat pencocokan piutang dan batas akhir verifikasi pajak pada 23 Agustus 2022.
Baca juga: Profil PT Istaka Karya yang Dinyatakan Pailit dan akan Dibubarkan
Sebagai informasi, Istaka Karya adalah perusahaan konstruksi plat merah yang masuk dalam daftar perusahaan BUMN yang akan dibubarkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Perusahaan tersebut akan dibubarkan lantaran kondisi keuangan yang tidak sehat, dan utang yang cukup besar.
Gaji Karyawan dan Pesangon Mantan Karyawan Istaka Karya Dibayar Usai Aset Perusahaan Terjual
Pembayaran hak karyawan PT Istaka Karya (Persero) akan diselesaikan setelah aset perusahaan terjual.
Sebagai informasi, Istaka Karya telah diputuskan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) (PPA) Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, PPA menghormati putusan pengadilan atas pembatalan homologasi Istaka Karya sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum kepada seluruh pihak.
"Terkait dengan seluruh kewajiban Istaka Karya kepada pihak ketiga, termasuk kewajiban gaji dan pesangon kepada eks karyawan, akan diselesaikan dari penjualan seluruh aset perusahaan melalui mekanisme lelang oleh Kurator sesuai dengan penetapan pengadilan," ucap Yadi dalam keterangannya, Selasa (19/7/2022).
Menurutnya, pasca putusan pembatalan homologasi, kurator yang berwenang sebagai pengurus perseroan akan menentukan kelanjutan dari proyek-proyek yang saat ini sedang berjalan.
Kurator akan melanjutkan proyek-proyek yang menguntungkan sehingga dapat digunakan untuk membayarkan kewajiban Istaka Karya.
Baca juga: Istaka Karya Pailit, Staf Khusus Menteri BUMN Angkat Suara Soal Nasib Karyawan
"Kami berharap agar seluruh pihak dapat menghormati dan mendukung proses hukum yang sedang berlangsung,” tutur Yadi.
Sejak putusan homologasi pada 2013, Istaka Karya tidak menunjukkan perbaikan kinerja.
Per tahun 2021, Istaka Karya memiliki total kewajiban sebesar Rp1,08 triliun dengan ekuitas perusahaan tercatat minus Rp570 miliar. Sementara itu, total aset perusahaan tercatat senilai Rp514 miliar.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan Perjanjian Perdamaian (homologasi) oleh PT Riau Anambas Samudra melalui putusan No. 26/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Jkt.Pst. Jo. No. 23/Pdt-Sus-PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 12 Juli 2022.
Pembatalan homologasi tersebut dilakukan setelah Istaka Karya tidak mampu memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo pada akhir 2021 sesuai Putusan Perdamaian Nomor 23/PKPU/2012/PN Niaga Jakarta Pusat tanggal 22 Januari 2013.