Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan masih relevan dengan kondisi industri saat ini.
Hal itu disampaikan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo saat dihubungi di Jakarta, Senin (1/8/2022).
"PP 109 ini sudah cukup baik dan masih relevan karena penetapannya telah mempertimbangkan berbagai kepentingan dan disepakati pada waktu itu," tutur Edy.
Dia memaparkan, aturan tersebut telah mengatur berbagai aspek, termasuk industri hasil tembakau yang berkaitan dengan operasinya.
Baca juga: KPK Gelar Pelatihan Penguatan Antikorupsi untuk Pejabat BKPM dan Kemenperin
Menurut Edy, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi penerapannya secara menyeluruh, mengingat selama ini hal tersebut belum dilakukan.
Salah satu evaluasi yang direkomendasikan Kemenperin adalah perlunya meningkatkan edukasi terhadap anak-anak guna menurunkan prevalensi perokok anak.
"Menurut kami, untuk menurunkan prevalensi perokok anak, utamanya adalah edukasi, baik kepada masyarakat luas, melalui pendidikan formal, non formal, hingga keagamaan," ujar Edy.
Kemudian, lanjut Edy, terkait perlindungan bagi masyarakat yang tidak merokok, perlu ditingkatkan fasilitas untuk perokok, bahkan di kawasan tanpa rokok.
Edy menilai, wacana merevisi PP 109 Tahun 2012 saat ini belum perlu dilakukan, karena industri hasil tembakau baru mulai pulih dari dampak pandemi COVID-19.
"Industri rokok sebenarnya masih suffer. Kalau kita lihat pada masa pandemi, pada 2020 terjadi kontraksi -5,78 persen. Pada 2021 meskipun sudah mulai membaik, tapi tetap masih pada posisi kontraksi, yaitu -1,36 persen," ujar Edy.
Terlebih, situasi global yang belum menentu menyebabkan kenaikan bahan baku, bahan penolong, hingga biaya logistik.
Tak tertinggal dampak perang Rusia-Ukraina yang meluas dan mempengaruhi pasar di Amerika hingga Eropa, di mana kedua kawasan tersebut terancam resesi.
Baca juga: Kemenperin Sarankan IKM Olah Kekayaan Alam
Di situasi yang sulit ini, lanjut Edy, Indonesia perlu berhati-hati. Karena industri hasil tembakau di Indonesia menyumbang sekitar lebih dari Rp200 triliun penerimaan negara pajak dan bukan pajak.