Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Fenomena stagflasi atau melambatnya pertumbuhan ekonomi global di tengah meningkatnya angka inflasi, perlahan telah mengancam sejumlah negara-negara di dunia salah satunya Inggris.
Kondisi ini menimpa Inggris setelah pertumbuhan ekonomi London melambat di angka 3,5 persen, sementara tingkat pengangguran di Inggris melesat 3,76 persen dan indeks harga konsumen mengalami inflasi dengan melesat mencapai 11 persen.
Alasan inilah yang membuat Institut Nasional Penelitian Ekonomi dan Sosial (NIESR) memperingatkan Bank sentral Inggris untuk waspada akan adanya risiko stagflasi pada sektor ekonomi Inggris.
Baca juga: Sri Mulyani Isyaratkan Stagflasi Ekonomi Dunia Akibat Perang di Ukraina
“Ekonomi Inggris sedang menuju ke periode stagflasi dengan inflasi tinggi dan resesi memukul ekonomi secara bersamaan," kata Profesor Stephen Millard, wakil direktur makroekonomi NIESR.
Apa Itu Stagflasi?
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai stagflasi, mungkin masih banyak yang belum memahami apa arti dari stagflasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata stagflasi adalah keadaan inflasi yang sangat tinggi dan berkepanjangan, ditandai dengan macetnya kegiatan perekonomian di suatu negara.
Sementara menurut situs Investopedia, stagflasi sendiri merupakan siklus ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan yang lambat dan tingkat pengangguran yang tinggi disertai dengan kenaikan harga-harga atau inflasi.
Dengan pengertian diatas, bisa disimpulkan bahwa stagflasi merupakan sebuah kondisi ekonomi yang melambat akibat melemahnya laju konsumen di suatu negara, biasanya situasi seperti disertai dengan inflasi atau kenaikan harga-harga pokok imbas ketidakseimbangan arus uang dan barang.
Penyebab Stagflasi
Masih belum diketahui secara jelas apa yang menjadi faktor utama dari terjadinya stagflasi, namun dalam beberapa teori menyebut bahwa stagflasi disinyalir terjadi karena adanya kehancuran pada sistem dan tatanan kebijakan ekonomi. Kondisi seperti ini biasanya akan terjadi karena beberapa faktor, seperti:
Baca juga: BI Beber Risiko Stagflasi, Pemerintah Kejar Kepatuhan Wajib Pajak
1. Gangguan Pasokan
Secara umum, fenomena stagflasi biasa ditemui apabila suatu negara mengalami gangguan pasokan. Namun situasi ini terjadi dalam kurun waktu yang cukup sehingga akan memicu terjadinya lonjakan harga yang tajam.
Ini terjadi lantaran stok pasokan barang menurun sementara permintaan terus menunjukan kenaikan. Apabila krisis ini menimpa pada barang – barang vital seperti kebutuhan pangan dan energi tentunya dapat memperlambat laju kegiatan sehari – hari.
2. Bertambahnya angka pengangguran
Krisis ekonomi yang berkepanjang akan membuat berbagai perusahaan memangkas pengeluaran demi mengurangi kerugian yang membengkak, kondisi ini biasanya akan membuat perusahaan memangkas karyawannya, hal tersebut tentunya dapat memicu bertambahnya angka pengangguran.
Melonjaknya angka pengangguran di tengah lesunya perekonomian negara dikhawatirkan dapat membuat standar kehidupan menurun, serta membuat penghasilan pajak negara anjlok. Dengan begitu suatu negara tak dapat lagi melakukan kegiatan impor untuk memasok kebutuhan pokok warga negaranya, seperti impor pangan, BBM, dan obat - obatan.
Baca juga: Waspadai Risiko Buruk Stagflasi, Harga Komoditas Andalan RI Bisa Jatuh
3. Melonjaknya Laju Inflasi
Stagflasi biasanya akan muncul karena dipicu beberapa hal salah satunya guncangan inflasi yang tak kunjung mereda, kondisi ini terjadi imbas dari melonjaknya berbagai harga komoditas di pasar global. Apabila situasi ini terjadi dalam kurun waktu yang lama maka dapat membuat daya beli masyarakat menurun.
Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap kegiatan ekspor di suatu negara. Meningkatkan harga produk ekspor inilah yang kemudian membuat para pembeli berpaling dan pada akhirnya ini bisa mengurangi devisa negara.
4. Menguatnya Mata Uang
Dampak berantai dari menguatnya nilai tukar mata uang adalah makin mahalnya produk-produk ekspor. Hal ini akan mengakibatkan turunnya daya saing produk suatu negara di pasar internasional. Apabila permintaan terus mengalami penurunan pesanan maka mengganggu kinerja sektor industri dan manufaktur domestik.
Dampak Stagflasi
Munculnya ancaman stagflasi secara tidak langsung akan menekan pertumbuhan ekonomi dengan sangat hebat, apabila tak kunjungi diatasi maka fenomena ini akan terus memburuk dan mengancam timbulnya berbagai dampak negatif bagi suatu negara, diantaranya:
Baca juga: Hadapi Kondisi Stagflasi, Pemerintah Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Beli
1. Penurunan daya beli
Fenomena stagflasi secara umum akan diawali dengan adanya lonjakan inflasi yang membuat semua barang-barang kebutuhan pokok seperti bahan pangan dan bahan bakar energi. Apabila harga terus mengalami lonjakan hingga melesat ke level tertinggi hal tersebut akan berimbas kepada menurunnya daya beli masyarakat yang kemudian akan membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lambat.
2. Merosotnya pendapatan berbagai perusahaan
Agar bisa tetap kompetitif dan dapat bersaing dengan produsen lainnya, perusahaan-perusahaan harus menurunkan harga. Dengan keadaan ini maka keuntungan sektor bisnis yang mencakup industri, manufaktur, perdagangan, bahkan perumahan dan jasa akan merosot tajam. Pada akhirnya, mereka juga bisa mengalami kerugian bahkan kegiatan bisnis mereka bisa terancam gulung tikar.
3. Anjloknya Nilai Investasi
Karena banyak perusahaan yang merugi, tentu saja harga saham perusahaan tersebut ikut terseret turun dan merosot ke level terendah. Efek domino ini akan berlangsung dengan cepat hingga indeks harga saham di suatu negara anjlok. Alasan inilah yang membuat para investor akan menjual sahamnya dan mengalihkan ke aset keuangan lainnya.
Baca juga: Kemenko Perekonomian: Daya Beli Masyarakat Jadi Kunci Utama Indonesia Hadapi Risiko Stagflasi
Contoh Negara yang Pernah Deflasi
Selain Inggris, ternyata sudah ada beberapa negara di dunia yang pernah mengalami situasi pahit ini berikut reporter Tribunnews.com merangkum sederet negara di dunia yang terkena guncangan deflasi :
1. Amerika Serikat
Amerika Serikat juga pernah mengalami diketahui pernah mengalami stagflasi, tepatnya pada tahun 1970 an. Dimana saat lonjakan inflasi di AS melesat naik sampai 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang tajam. Akibat embargo minyak oleh Arab Saudi dan negara-negara arab lainnya.
Alasan inilah yang membuat ekonomi AS bergejolak hingga tahun 1975. Akibat gejolak panas tersebut Amerika dilanda inflasi yang tinggi sedangkan pertumbuhan ekonominya rendah dengan kata lain deflasi.
2. Tiongkok
Mengutip dari Financial Times, Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyebut bahwa kenaikan harga energi dan kemacetan rantai pasokan akibat lonjakan pandemi Covid-19 telah mendorong Tiongkok masuk dalam zona deflasi.
Dimana indeks harga produsen sudah meningkat di 13.5 persen pada Oktober 2021, meningkat 10,7 dari bulan sebelumnya. adanya peningkatan ini sayangnya telah memicu perlambatan laju ekonomi di Tiongkok, hingga negara tirai bambu ini dinyatakan deflasi.
Baca juga: Kondisi Ekonomi Indonesia Dihantui Stagflasi, Ekonom Beberkan Risikonya Terhadap Perekonomian RI
3. Indonesia
Ternyata Indonesia pernah mengalami stagflasi di tahun 1998 silam, tepatnya disaat masa terjadi krismon 1998. Ketika itu Indonesia dilanda kenaikan harga-harga secara drastis. Penyebab kenaikan harga karena jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Meski saat itu defisit Indonesia tidak terlalu besar.
Namun karena ketergantungan Indonesia terhadap produk – produk impor membuat negara kepulauan ini kesulitan untuk memperoleh barang modal dan bahan baku impor yang mereka butuhkan, alasan ini yang kemudian membuat Indonesia dihantam inflasi di tengah perlambatan ekonomi atau yang disebut stagflasi.
Cara Mengatasi Stagflasi
Setelah melihat bahaya yang ditimbulkan dari ancaman stagflasi, kini wartawan Tribunnews akan merangkumkan cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stagflasi pada laju pertumbuhan ekonomi, diantaranya:
Baca juga: Kemenko Perekonomian: Daya Beli Masyarakat Jadi Kunci Utama Indonesia Hadapi Risiko Stagflasi
1. Memotong Upah Tenaga Kerja
Dengan melakukan pemotongan upah tenaga kerja, maka perusahaan bisa memproduksi lebih banyak barang. Dengan begitu kegiatan ekspor bisa terus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara.
Meski begitu, pemotongan upah ini harus diikuti dengan pemberian subsidi dari pemerintah. Sehingga daya beli masyarakat meningkat serta jumlah uang yang beredar dapat terjaga. Apabila hal tersebut dapat berjalan dengan lancar maka negara tidak akan terdampak kenaikan inflasi pasar global.
2. Melakukan revaluasi
Revaluasi yaitu menaikkan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing, cara ini dianggap sebagai salah satu solusi jangka pendek untuk mengatasi stagflasi khususnya pada bagian inflasinya. Namun cara ini dapat menghabiskan devisa negara. Untuk itu cara ini tidak dapat dilakukan secara terus – menerus karena dapat membebani keuangan negara.