Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (Cisdi) menyatakan pemerintah perlu mengurangi selisih tarif golongan cukai rokok.
Chief Strategist Cisdi, Yurdhinna Meilisa mengatakan, ada jarak yang cukup besar antara tarif cukai hasil tembakau (CHT) golongan 1 dan 2, sehingga pabrikan memiliki ruang yang lebar untuk berpindah-pindah dan mengelola biaya.
"Penyederhanaan tarif cukai menjadi solusi dan proses ini bisa dilakukan secara bertahap," ujar Yurdhinna dalam keterangannya, Jumat (12/8/2022).
Baca juga: Anggota Komisi XI Minta Pemerintah Perhatikan Efek Simplifikasi Tarif Cukai Rokok ke Pabrikan Kecil
Menurutnya, Indonesia harus maju dan beradaptasi untuk mengurangi kerugian penerimaan negara.
"Saat ini ada potensi sekitar Rp 51 triliun penerimaan yang hilang akibat simplifikasi tidak dijalankan," kata Yurdhinna.
Menurut Yurdhinna, penyederhanaan struktur tarif cukai rokok perlu dilanjutkan demi mencapai tujuan pengendalian konsumsi dan optimalisasi penerimaan negara. Dari sisi pengendalian konsumsi, penyederhanaan akan menaikkan harga rokok sebesar 2,9 persen sehingga permintaan terkendali.
Masalah utama saat ini juga disparitas harga rokok semakin besar tahun ke tahun. Harga rokok yang bervariasi menyebabkan perokok memiliki pilihan yang sangat banyak untuk beralih ke rokok yang murah.
"Perbandingan tarif cukai terendah dan tertinggi menyebabkan spread harga yang sangat jauh dan lebar, jadi ada rokok yang sangat mahal dan yang sangat murah," tutur Yurdhinna.
Yurdhinna melihat penyederhanaan struktur tarif cukai secara bertahap bisa menjadi solusi dari masalah tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi perbedaan tarif cukai golongan I dan II sehingga harga rokok tak lagi bervariasi dan konsumsi dapat lebih terkendali.
Baca juga: Naiknya Tarif Cukai Rokok Dinilai Akan Buat Produksi Petani Tembakau Menurun
Sebelumnya, Bank Dunia dalam rekomendasinya menyatakan kebijakan penyederhanaan struktur dari 10 ke 6 akan mampu menekan konsumsi rokok sebesar 2 persen, dan meningkatkan penerimaan sebesar 6,4 persen (Rp10,9 triliun).
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai, Akbar Harfianto menjelaskan dalam merumuskan kebijakan cukai rokok, pemerintah mempertimbangkan empat aspek.
Di antaranya, kesehatan, tenaga kerja dan keberlangsungan industri rokok, penerimaan negara, dan pengendalian rokok ilegal. Sepanjang semester I 2022, produksi rokok menurun sebesar 4,8 persen bila dibandingkan dengan semester I 2021.
Menurut Akbar, data itu diperoleh dari jumlah pita cukai yang dipesan atau laporan perusahaan, terutama yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menyampaikan laporan tahunan.