TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah sedang melakukan pengkajian penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yaitu pertalite.
Penyesuaian harga pertalite dibutuhkan agar keuangan negara tidak kebobolan mengingat kuota subsidi migas telah menipis, sementara harga minyak dunia dan gas saat ini telah naik tinggi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui sedang mengkaji penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Di sisi lain, soal Revisi Perpres No 191 Tahun 2014 juga terus dijalankan dan diharapkan bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
Baca juga: Stok Pertalite Menipis, Menteri ESDM Koordinasi dengan Airlangga, Banggar: Tak Ada Tambahan Subsidi
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan, penyesuaian harga Pertalite saat ini sedang dalam kajian.
“Ini (penyesuaian harga) juga termasuk dalam kajian yang sedang dilakukan, nanti akan dilihat dan dievaluasi sama-sama, harga minyak mentah nggak turun-turun ya,” ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (15/8).
Selain mengkaji mengenai penyesuaian harga BBM Subsidi, Arifin juga mengakui bahwa pihaknya sedang merampungkan revisi Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 191 Tahun 2014 untuk pembatasan pembeli BBM subsidi dan diharapkan selesai pada Agustus 2022.
Baca juga: Jika Harga Pertalite Naik, Pemerintah Siapkan Bansos dan Jamin Tak Melonjak Tinggi
“Mudah-mudahan setelah 17 Agustus. Ya dalam bulan ini lah, dalam waktu dekat harus bisa kita selesaikan,” jelasnya.
Dirjen Migas, Tutuka Ariadji menambahkan, perihal penambahan kuota BBM Subsidi saat ini pembahasan terus berjalan bersama dengan tim dan menteri terkait.
“Jika melihat dari kebutuhannya, tentu ini kan meningkat, sekarang tinggal menyikapinya bagaimana,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, perihal kebutuhan Pertalite dan Solar perlu benar-benar diperhatikan karena masyarakat sangat memerlukan. “Kita terus lihat dari waktu ke waktu, pada saatnya kita akan menyampaikan,” kata Tutuka.
Tutuka memberikan gambaran, bahwa kajian yang masih dilakukan lebih jauh adalah soal kondisi Marketing Operation Region (MOR) khususnya dilihat lebih jauh mana MOR yang kritis dan mana yang belum.
Asal tahu saja, secara nasional MOR terbagi atas 8 bagian yang mewakili sejumlah wilayah di Indonesia.
Adapun soal revisi peraturan pembatasan pembeli BBM Subsidi, saat ini pihak Kementerian ESDM masih mengkaji dan melihat situasi terkini lantaran banyak faktor yang harus dipertimbangkan.
“Saat ini belum bisa saya sampaikan sesuatu yang konkret karena masih belum selesai,” ujarnya.
DPR Enggan Tambah Anggaran Subsidi
Sementara DPR menegaskan tidak akan menambah anggaran untuk subsidi energi lagi, padahal anggaran tersebut sudah semakin tipis.
Dengan demikian, solusi yang ada saat ini adalah dengan menyesuaikan subsidi BBM yang telah ada saat ini.
Baca juga: Sinyal Harga Pertalite Akan Naik Makin Kuat, Kuota Kian Tipis
“Bagi saya tidak ada penambahan anggaran (anggaran subsidi energi), kalau terus seperti ini, tidak punya pijakan, maka yang terbaik adalah secara gradual pemerintah melebarkan, menaikkan, atau menyesuaikan subsidi BBM kita,” tutur Ketua BanggarDPR Said Abdullah kepada awak media saat ditemui di Gedung Parlemen DPR RI, Selasa (16/8/2022).
Tidak hanya BBM, menurutnya anggaran untuk subsidi LPG 3 kg pun tidak akan ditambah.
Hal ini lantaran, penerima subsidi LPG 3 kg tersebut paling tidak tepat sasaran.
Ia mencatat sasarannya hanya 22 persen saja masyarakat yang seharusnya merasakan.
Lebih lanjut, untuk menjaga daya beli masyarakat ketika memang pemerintah menaikkan harga Pertalite, Said menyarankan agar sejumlah bantuan seperti perlindungan sosial dan bantuan sosial gencar di kucurkan ke masyarakat.
“Untuk menjaga daya beli masyarakat, artinya perlinsos harus dipertebal, langsung tepat sasaran kepada masyarakat penerima,” jelasnya.
Bagi Banggar, lanjut Said, melakukan penyesuaian harga BBM adalah pilihan yang tepat ketimbang pemerintah menambah anggaran subsidi lagi yang jelas-jelas realisasinya tidak tepat sasaran.
Kenaikan Harga Pertalite Jadi Pertimbangan
Sebelumnya Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, menyesuaikan harga jual Pertalite ke masyarakat dapat menjadi pertimbangan.
Menurutnya, subsidi BBM saat ini dinilai belum efektif dan kurang tepat sasaran. Pasalnya, masih banyak masyarakat golongan mampu yang membeli BBM subsidi jenis Pertalite.
"Menaikan harga BBM subsidi (bisa menjadi opsi), karena memang disparitas harga (keekonomian) yang sangat jauh ini," ungkap Mamit kepada Tribunnews, Minggu (14/8/2022).
"Hal ini membuat banyak terjadi penyelewengan. Akhirnya subsidi menjadi tidak tepat sasaran," sambungnya.
Sebelumnya, Pertamina pernah mengungkapkan, untuk harga keekonomian BBM jenis pertalite seharusnya dibanderol Rp17.200 per liter.
Angka tersebut terpaut sangat jauh, karena saat ini harga pertalite dihargai Rp7.650.
Mamit memberikan pandangannya, bahwa alangkah baiknya subsidi oleh Pemerintah dialihkan kepada orang, bukan kepada barang.
Sehingga hal tersebut dinilai lebih tepat sasaran.
Mamit juga menegaskan, revisi aturan pembatasan penjualan BBM harus segera diselesaikan, agar kuota BBM subsidi tak jebol.
"Perlu adanya pembatasan terkait dengan konsumsi bbm pertalite dan solar subsidi. Oleh karena itu, revisi perpres 191/2014 saya harap segera diterbitkan karena ini kuncinya," jelas Mamit.
(Tribunnews.com/Kontan/Siti Masitoh/Tendi Mahadi/Bidara Pink/Wahyu T.Rahmawati)