Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyebut alokasi subsidi dan kompensasi untuk sektor energi mencapai Rp 502 triliun pada 2022, lebih baik dialihkan ke masyarakat miskin secara langsung.
Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu mengatakan, anggaran itu bisa digunakan untuk memberikan Rp 4 juta per bulan ke keluarga miskin dibanding untuk subsidi BBM.
"Total orang miskin di kita menurut data BPS 27 juta, agak susah ngitungnya kalau 27 Juta, kita bikin lempeng 30 juta biar gampang. Kalau 30 juta jiwa itu kita kalkulasikan, kita asumsikan setiap keluarga 4 orang berarti ada sekira 7,5 juta keluarga yang dikatakan miskin, nah kalau setiap keluarga itu diberikan tunjangan sosial Rp 4 juta setiap bulan per tahun cuma habis Rp 360 triliun," ujarnya dalam webinar "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran", Selasa (30/8/2022).
Baca juga: Tiga Langkah Agar Pemerintah Bisa Kurangi Beban Subsidi BBM, Apa Saja?
Karena itu, dia menilai pemerintah seharusnya dapat mengambil keputusan yang agak ekstrem demi mengamankan ekonomi keluarga miskin
"Emang nyebelin ya, maaf ya, bisa tidak sih kita ambil satu langkah drastis besar, tapi selesai? Bisa tidak, kita lakukan lompatan agar Indonesia segera menjadi negara kesejahteraan, di mana rakyat miskin, fakir miskin, anak terlantar dipelihara oleh negara dengan digaji atau dibayar sampai kurun waktu tertentu sampai mereka sanggup memaksimalkan kemampuan ekonominya," kata Adian.
Sebagai perbandingan, menurutnya pemberian bantuan sosial (bansos) dari pemerintah yang diumumkan awal pekan ini sejumlah Rp 600 ribu hanya pelipur lara.
Oleh sebab itu, Adian menilai lebih baik kasih saja tunjangan sosial Rp 3 juta sampai Rp 4 juta per bulan untuk keluarga miskin agar mereka punya peluang untuk memaksimalkan kemampuan ekonominya.
"Menurut saya kita perlu membahas opsi ini, mungkin tidak dampak inflasinya bagaimana? Jangan sampai kita kasih 7,5 juta keluarga ini tiap bulan Rp 4 juta atau Rp 3 juta dan cuma habis Rp 360 triliun, kemudian punya dampak inflasi," pungkas Adian.