Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi yakni Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Sementara untuk jenis JBT (Solar) dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Pemerintah mengalihkan subsidi BBM untuk tambahan anggaran bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menegaskan, pengalihan subsidi BBM memprioritaskan kelompok ekonomi rentan, yakni kelompok masyarakat miskin dan hampir miskin.
Baca juga: Update Harga BBM Hari Ini, 4 September 2022: Pertalite Naik Jadi Rp 10.000 per Liter
Ini dilakukan untuk menahan peningkatan angka kemiskinan dan menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga pangan dan energi.
“Di tengah krisis energi dan krisis pangan global, masyarakat di berbagai belahan dunia menghadapi dampak kenaikan harga pangan dan energi. Untuk itu perlindungan harus diprioritaskan kepada kelompok ekonomi rentan," kata Abraham, di Jakarta, Minggu (4/9/2022).
Abraham mengatakan, pengalihan subsidi barang ke orang akan membuat alokasi anggaran menjadi lebih tepat sasaran. Ia mengungkapkan, selama ini subsidi barang lebih banyak dinikmati oleh kelompok ekonomi atas. Seperti subsidi BBM, di mana 70 persen lebih justru dirasakan oleh pemilik mobil-mobil pribadi.
Baca juga: Bos Pertamina: Harga Pertalite Saat Ini Masih di Bawah Harga Keekonomian
"Dengan pengalihan subsidi langsung ke orang dalam bentuk bantuan sosial bisa lebih tepat menyasar masyarakat yang lebih membutuhkan," ujarnya.
Untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran, tutur Abraham, pemerintah telah melakukan beberapa perbaikan. Pertama, data sasaran atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), saat ini telah diperbarui per satu bulan dari sebelumnya yang hanya satu atau dua kali per tahun.
Baca juga: Harga Pertalite hingga Solar Naik, PKS Kecewa Pemerintah Tak Gubris Masukan Masyarakat
Kedua, lanjut Abraham, meningkatkan transparansi penyaluran bansos. Di mana masyarakat secara terbuka bisa mengecek melalui cekbansos.kemensos.go.id. Selain itu, ujar dia, pemerintah juga meningkatkan partisipasi keterlibatan publik melalui mekanisme usul-sanggah.
"Jadi masyarakat bisa memberikan usulan siapa yang belum mendapat bantuan namun dirasa layak dan juga bisa memberikan sanggahan siapa yang mendapat bantuan sosial namun dirasa tidak layak," terangnya.
Abraham juga memastikan, bahwa seluruh data sudah padan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sehingga tidak ada ada data ganda ataupun data fiktif.
Baca juga: Menanti Respons Mahasiswa setelah Harga Pertalite, Solar, dan Pertamax Resmi Naik
“Sudah ada 126 juta data DTKS yang padan dengan NIK, 33 juta data yang sudah diperbaiki daerah, 16 juta data usulan baru, dan 3,5 juta data yang dicoret karena tidak layak," paparnya.
Sebelumnya pemerintah menyoroti subsidi BBM yang tidak telat sasaran, masih banyak pelaku usaha dan orang kaya yang mengkonsumsi BBM subsidi.