News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BBM Bersubsidi

Harga Tiket Bus Kompak Naik, Termahal Rp 675 Ribu, Termurah Rp 146 Ribu

Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah penumpang yang akan menaiki bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Jumat (25/12/2020). Perusahaan otobus (PO) kompak menaikkan harga tiket dalam hitungan lima jam setelah pemerintah memberlakukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Harga solar resmi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp. 6.800 mulai Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan otobus (PO) kompak menaikkan harga tiket dalam hitungan
lima jam setelah pemerintah memberlakukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Harga solar resmi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp. 6.800 mulai Sabtu (3/9) pukul 14.30
WIB.

Fenomena kenaikan harga tiket bus bukan semata-mata tindakan untuk mengambil kesempatan.

Kebijakan perusahaan untuk menaikkan harga tiket hanyalah ujung gunung es yang terlihat.

Perusahaan bus telah bergulat dengan berbagai tantangan pascapandemi Covid-19, mulai dari rantai pasok suku cadang yang naik sehingga menyebabkan chassis bus untuk memulai peremajaan yang tertunda selama pandemi tak tersedia, dan kenaikan harga-harga lain akibat kelangkaan pasokan.

Kenaikan kumulatif tersebut berkisar antara 10-15 persen selama tahun 2021-2022.

"Harga ban yang saya beli sudah Rp 5,1 juta. Tanya supplier barang enggak ada, kalau pun ada harganya ya segitu. Kalau enggak ada ban, bus saya enggak jalan," ujar Angga Virchansa Chairul dari PO Naikilah Perusahaan Minang (NPM), Minggu(4/9).

Angga menambahkan, jika dihitung kebutuhan satu bus beserta ban cadangannya total terdapat tujuh ban.

Dengan harga Rp 5,1 juta per ban, maka setidaknya dibutuhkan biaya Rp 35,7 juta.

Angga, yang juga menjadi salah satu Ketua DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) ini menyatakan, komponen ban tidak bisa diabaikan karena menyangkut keselamatan penumpang serta pengemudi.

"Bus saya satu kali keluar garasi Padang Panjang ke Jabodetabek atau Bandung hingga kembali lagi butuh waktu 48 jam dikalikan dua. Terbayang dong penggunaan bannya? Sekarang dengan kenaikan ini lengkaplah. Ban dan BBM sangat vital dalam operasional bus," tambahnya.

Pernyataan Angga disetujui Ketua DPD Organda Jepara, M. Iqbal Tosin.

Menurut Iqbal, perusahaan bus saat ini berada dalam posisi yang sulit untuk mempertahankan
usahanya di fase kedua pascapandemi Covid-19.

Pelaku bisnis di sektor ini diharuskan memutar otak dengan segala kenaikan dan kelangkaan suku cadang.

"Kami mau tak mau menaikkan harga Rp 30 ribu untuk keberangkatan Sabtu (3 September) sore dan malam, sementara keberangkatan hari Minggu tanggal 4 September ini kami berharap pelanggan bisa memaklumi kenaikan Rp 50 ribu," katanya.

Iqbal berharap pemerintah mengkaji masalah yang mereka hadapi dalam operasional sehari-hari.

Kenaikan harga BBM mungkin tidak bisa dihindari, namun kelangkaan serta naiknya harga suku cadang perlu diperhatikan pemerintah, kata Iqbal.

Dia mengungkapkan sebelum adanya kebijakan kenaikan BBM, koleganya sesama
pengusaha bus sudah mengeluhkan kelangkaan solar di sejumlah daerah.

"Yang saya khawatir, ini setelah BBM naik, ada kenaikan-kenaikan lainnya yang menyusul. Biasanya kan begitu. Ini sparepart dah naik kemarin, apa naik lagi atau enggak, kita enggak tahu," kata Iqbal.

Baca juga: Rencana Demo Besar-besaran Protes Kenaikan Harga BBM, BIN: Demo Silakan Tapi Jangan Anarkis  

Sejumlah Perusahaan Otobus (PO) juga mengonfirmasi adanya penyesuaian tarif tiket
setelah pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

PO Murni Jaya dan Sumber Alam telah merilis tarif tiket baru yang mulai berlaku pada tanggal 4 September 2022.

Mengutip dari Instagram @murnijayalovers, berikut ini beberapa rute yang mengalami
penyesuaian tarif tiket :
1. Dari arah Jakarta tujuan Wonosobo maupun sebaliknya, berlaku tarif baru
sebesar Rp 146.000
2. Dari arah Jakarta tujuan Cilacap maupun sebaliknya, berlaku tarif baru sebesar
Rp 146.000
3. Dari arah Jakarta tujuan Yogyakarta maupun sebaliknya, berlaku tarif baru
sebesar Rp 180.000
4. Dari arah Jakarta tujuan Temanggung maupun sebaliknya, berlaku tarif baru
sebesar Rp 230.000
5. Dari arah Jakarta tujuan Wonosari, Yogyakarta maupun sebaliknya, berlaku tarif
baru sebesar Rp 230.000

Sebagai catatan, untuk rute di atas menggunakan bus kelas eksekutif dan sudah
termasuk service makan satu kali.

Sementara untuk bus murni jaya yang menggunakan double decker dari Bogor tujuan Yogyakarta maupun sebaliknya, berlaku tarif baru Rp 240.000 (deck atas) dan Rp 290.000 (deck bawah).

Di sisi lain, PO Sumber Alam melalui akun Instagram @sumberalamyogya juga telah merilis tarif baru.

Berikut ini rincian tarifnya :
1. Untuk rute Jakarta tujuan Yogyakarta PP berlaku tarif baru sebesar Rp 185.000.
2. Yogyakarta tujuan Merak PP berlaku tarif baru Rp 210.000
3. Buntu (Banyumas) tujuan Jakarta Rp 165.000
4. Buntu (Banyumas) tujuan Merak Rp 190.000

Sebagai informasi, rute di atas akan melalui jalur selatan. Sedangkan untuk jalur utara
(Pantura) dari Jakarta tujuan Yogyakarta PP berlaku tarif baru sebesar Rp 210.000.

Berikut Tribun rangkum harga tiket bus terbaru dari beberapa PO yang naik akibat kenaikan harga BBM:

1. PO Agramas
PO Agramas menaikkan tarif tiket mereka mulai 4 Agustus 2022 dampak kenaikan
BBM. Dari informasi yang diterima Tribunnews, untuk kenaikan tiket tujuan dan
keberangkatan Wonogiri sebesar Rp 40.000, dimana tarif lamanya ialah Rp 210.000
menjadi Rp 250.000.
Sementara untuk tiket bus dari dan menuju Pacitan ialah dari harga awal Rp 230.000
naik menjadi Rp 270.000.

2. Cahaya Trans
"Sehubungan dengan kenaikan BBM yang telah diumumkan secara resmi oleh
pemerintah pada pukul 14.30 tanggal 3 September 2022, maka dengan berat hati kami
melakukan penyesuaian tarif bus AKAP cahaya Trans terhitung mulai tanggal 4
September 2022,"; tulis perusahaan dalam pengumumannya.
Dengan kenaikan harga BBM tersebut, tarif bus untuk Cahaya Trans dengan beberapa
tujuan disesuaikan menjadi Rp 240.000.

3. PO Palala
Tiket PO Palala juga mengumumkan ada kenaikan tarif tiket semula Rp 575.000
menjadi Rp 675.000.
"Bagi penumpang yang sudah melakukan pemesanan dengan tarif lama sebesar Rp
575.000, maka akan dikenakan penyesuaian tarif terbaru sebesar Rp 675.000," tulis PO
Palala dalam keterangan resmi.

4. Kym Trans
Akibat kenaikan BBM, Kym Transk menaikkan harga tiket yang awal semula Rp
300.000 menjadi Rp 360.000. Bagi penumpang yang sudah melakukan pemesanan
dengan tarif lama sebesar 300.000, tetap tanpa ada perubahan biaya Tarif berlaku
untuk pemesanan setelah ada kenaikan harga.  

5. 27Trans Java
Tiket 27Trans keberangkatan dari Surabaya dan Malang mengalami kenaikan. Untuk
President Class keberangkatan Malang sekarang dijual Rp 510.000 dan keberangkatan
dari Surabaya dijual Rp 490.000.
Lalu untuk Executive Class dijual Rp 460.000 dari Malang dan Rp 440.000
keberangkatan dari Surabaya. Tarif ini sama untuk Urban Class.

Baca juga: Harga Tiket 5 PO Bus AKAP Ini Langsung Meroket Pasca Naiknya Harga BBM

Perusahaan Otobus (PO) Lorena juga menaikkan harga tiket bus bagi penumpang,  imbas dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM.

Penyesuaian tarif dilakukan mulai Minggu(4/9), dengan menaikkan tarif berkisar antara Rp 30.000 hingga Rp 40.000 hampir di semua rute perjalanan Lorena - Karina.

"Terhitung Mulai Tanggal (TMT) 4 September 2022 diberlakukan kenaikan tarif Lorena -
Karina untuk semua kelas, seperti Super Executive dan Executive," tulis Manajemen PT
Eka Sari Lorena Transport.

Kenaikan tarif berlaku dari Jabodatebek dan lintasan Jawa, dengan tujuan ke Jawa, Bali dan Madura menggunakan tarif TMT 1 Juni 2022 ditambah Rp 30.000. Lalu, kenaikan tarif juga dilakukan untuk rute dari Jawa ke Sumatera, dengan menggunakan tarif TMT 1 Juni 2022 ditambah Rp 40.000.

Selanjutnya, khusus bus Lampungan LE-110, LE-112, LE-114, LE-111, LE-113 dan LE116, Lorena - Karina menggunakan tarif TMT 1 Juni 2022 ditambah Rp 40.000.

Kenaikan harga BBM dimulai sejak Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB. Ada tiga jenis BBM yang dinaikkan harganya untuk mengurangi beban subsidi, diantaranya Pertalite dari harga awal Rp 7.650 per-liter menjadi Rp 10.000 per-liter. Lalu ada Solar dari Rp 5.150 per-liter naik menjadi Rp 6.800 per-liter. Terakhir Harga Pertamax naik dari Rp 12.500 per-liter menjadi Rp 14.500 per-liter.

Harus Mitigasi

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, menyatakan ada dua efek yang perlu dimitigasi dengan baik oleh pemerintah karena dampak kenaikan harga BBM ini.

"Efek pertama adalah tertekannya daya beli dan tingkat konsumsi oleh masyarakat. Karena pertumbuhan ekonomi sedang dalam tren positif dan hal ini secara signifikan ditopang oleh konsumsi masyarakat. Kuartal kedua tahun 2022 ini pertumbuhan ekonomi mencapai 5,44 persen dan diproyeksikan oleh pemerintah bisa konsisten di atas 5 persen secara agregat di akhir 2022. Untuk mencapai proyeksi ini, daya beli dan konsumsi masyarakat harus terjaga dengan baik," tutur Ajib.

Efek kedua yang menjadi potensi masalah adalah tingkat inflasi. Data inflasi pada kuartal kedua sebenarnya sudah cukup mengkhawatirkan karena sudah menyentuh angka 4,94 persen.

Di sisi lain, proyeksi pemerintah, inflasi hanya di kisaran 3 persen secara agregat sampai akhir tahun 2022. Karena inflasi ini, secara langsung akan menjadi pengurang tingkat kesejahteraan masyarakat.

"Sebuah capaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan menjadi tidak bermakna ketika inflasi juga tidak terkontrol. Karena secara substantif, tingkat kesejahteraan masyarakat tidak naik," jelasnya.

Baca juga: Survei LSI: Mayoritas Masyarakat Lebih Pilih Subsidi Barang Ketimbang Subsidi Tunai Langsung

Imbas kenaikan BBM ini, akan memberikan dampak kenaikan inflasi, karena dua hal, yaitu karena aspek kesekonomian dan aspek psikologi pasar. Dalam konteks ekonomi, setiap kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) akan berakibat secara langsung terhadap harga akhir barang atau jasa, sehingga harga di tingkat konsumen akhir atau masryarakat, akan mengalami kenaikan.

Sedangkan dalam konteks psikologi pasar, maka masyarakat yang terbebani konsumsinya karena kenaikan harga-harga, juga akan menaikkan harga produksinya, walaupun tidak ada efek secara langsung atas kenaikan Harga Pokok Produksi atau HPP.

"Menarik kemudian, ketika pemerintah membuat paket kebijakan dengan menggelontorkan bantuan sosial (bansos) yang langsung dicairkan pada Bulan September ini. Dimana Bansos ini terbagi dalam enam paket, yakni Bantuan Subsisdi Upah (BSU), BLT Dana Desa, Kartu Prakerja, BLT Masyarakat, Bantuan Pokok Nontunai (BPNT) dan BLT UMKM. Alokasi bansos ini diambilkan dari dana APBN, yang
bersumber dari program penanganan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN)," ungkap Ajib.

Ajib menambahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, melakukan langkah cerdas dengan mekanisme ini, karena secara jangka penjang akan mengamankan struktur APBN.

"Tahun 2023 nanti sudah habis masa berlakunya UU No 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, sehingga selanjutnya struktur keuangan APBN kembali maksimal defisit 3 persen dari PDB," imbuhnya.

Setelah dimanjakan dengan UU ini, sehingga tiga tahun berturut-turut APBN bisa defisit di atas 3 persen, tahun 2023 pemerintah harus kembali menyusun APBN dengan lebih prudent. Alternatifnya adalah dengan menambah penerimaan melalui peningkatan pajak, atau mengurangi beban subsidi.

"Pengurangan subsidi BBM ini adalah langkah rasional yang didorong oleh Kemenkeu untuk mengamankan APBN 2023," ujar Ajib.

Baca juga: Imbas BBM Naik, Angkutan Bus Catat Rekor Kenaikan Harga Tiket Tercepat

Paket kebijakan pemerintah dengan memberikan bansos, relatif bisa menjawab potensi masalah dalam menjaga daya beli masyarakat.Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana pemerintah akan menjaga inflasi? Ketika belum ada regulasi yang didorong untuk mengendalikan inflasi, maka proyeksi pemerintah akan sulit tercapai.

Proyeksi inflasi akan terkerek di atas 4 persen secara agregat di akhir 2022. Jadi, pemerintah
sudah relatif bisa menjaga potensi masalah jangka pendek atas tertekannya daya beli masyarakat, tapi masih ditunggu kebijakan strategis jangka panjang untuk bisa mengendalikan meroketnya inflasi," ucapnya. (Tribun Network/lit/adi/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini