News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

AS Kecam Keputusan OPEC+ Pangkas Produksi Minyak

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Amerika Serikat mengecam keras keputusan negara-negara eksportir minyak OPEC+ memangkas produksi minyak mereka secara drastis seperti kesepakatan yang mereka ambil pada Rabu (5/10/2022) kemarin.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amerika Serikat mengecam keras keputusan negara-negara eksportir minyak OPEC+ memangkas produksi minyak mereka secara drastis seperti kesepakatan yang mereka ambil pada Rabu (5/10/2022) kemarin.

Keputusan OPEC+ memangkas produksi minyak mentah diyakini akan semakin membatasi pasokan minyak mentah di pasar dunia yang kini sudah ketat.

Keputusan OPEC+ ini memicu bentrokan terbesarnya dengan Barat, di mana pemerintah AS menyebut keputusan tersebut mengejutkan dan picik.

Mengutip dari Reuters, pemimpin de-facto OPEC Arab Saudi mengatakan pemotongan produksi 2 juta barel per hari (bph) - setara dengan 2 persen dari pasokan global - diperlukan untuk menanggapi kenaikan suku bunga di Barat dan ekonomi global yang lebih lemah.

Arab Saudi menolak kritik bahwa mereka berkolusi dengan Rusia, yang termasuk dalam kelompok OPEC+, untuk mendorong harga minyak menjadi lebih tinggi.

Arab Saudi juga mengatakan, pernyataan Barat sering didorong oleh "arogansi kekayaan" ketika mengkritik kelompok tersebut.

Menanggapi langkah OPEC+, Gedung Putih mengatakan Presiden Joe Biden akan terus menilai apakah pihaknya akan merilis stok minyak strategis lebih lanjut untuk menurunkan harga minyak.

"Presiden kecewa dengan keputusan picik OPEC+ untuk memangkas kuota produksi sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari invasi (Presiden Rusia Vladimir) Putin ke Ukraina," kata Gedung Putih.

Baca juga: OPEC+ Kurangi Produksi Besar-besaran Sejak 2020 agar Harga Minyak Tidak Jatuh

Untuk diketahui, saat ini Presiden Joe Biden menghadapi peringkat persetujuan yang rendah menjelang pemilihan paruh waktu karena inflasi yang melonjak.

Joe Biden telah meminta Arab Saudi, sekutu jangka panjang AS, untuk membantu menurunkan harga minyak.

Para pejabat AS mengatakan sebagian alasan Washington menginginkan harga minyak yang lebih rendah adalah untuk memangkas pendapatan minyak Moskow.

Joe Biden melakukan perjalanan ke Riyadh tahun ini tetapi gagal mendapatkan komitmen kerja sama yang kuat tentang energi.

Baca juga: Harga Minyak Akan Mengalami Kenaikan Usai OPEC+ Sepakati Pemangkasan Produksi

Hubungan semakin tegang karena Arab Saudi tidak mengutuk tindakan Moskow di Ukraina.

Pengurangan pasokan minyak yang diputuskan di Wina pada hari Rabu dapat memacu pemulihan harga minyak yang telah turun menjadi sekitar US$ 90 dari sebelumnya US$ 120 tiga bulan lalu di tengah kekhawatiran resesi ekonomi global, kenaikan suku bunga AS, dan penguatan dolar AS.

Menteri Energi Saudi Abdulaziz bin Salman mengatakan OPEC+ perlu proaktif karena bank sentral di seluruh dunia bergerak "terlambat" untuk mengatasi inflasi yang melonjak dengan suku bunga yang lebih tinggi.

Baca juga: Harga Minyak Naik Menyusul Rencana Pengurangan Produksi dari OPEC+

Pemotongan produksi hari Rabu sebesar 2 juta barel per hari didasarkan pada angka-angka dasar yang ada.

Ini berarti pemotongan tersebut tidak akan terlalu dalam karena produksi minyak OPEC+ turun sekitar 3,6 juta barel per hari dari target produksinya pada Agustus.

Kurangnya produksi terjadi karena sanksi Barat terhadap negara-negara seperti Rusia, Venezuela dan Iran dan masalah produksi dengan produsen seperti Nigeria dan Angola.

Pangeran Abdulaziz mengatakan pemotongan sebenarnya adalah 1,0-1,1 juta barel per hari. Tak lama setelah pengumuman OPEC+, harga acuan minyak mentah Brent naik di atas US$ 93 per barel pada hari Rabu.

Pertemuan OPEC+ berikutnya akan berlangsung pada 4 Desember 2022.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie | Sumber: Kontan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini