News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Resesi Dunia

Sri Mulyani Sebut Gejolak Ekonomi Global Hambat Pemulihan dan Timbulkan Peningkatan Kerentanan Utang

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menkeu Sri Mulyani Indrawati: tantangan global yang berkepanjangan menyebabkan meningkatnya kerentanan utang dan menghambat jalan menuju pemulihan, terutama negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan RI (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, tantangan global yang berkepanjangan menyebabkan meningkatnya kerentanan utang dan menghambat jalan menuju pemulihan, terutama negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang.

Sri Mulyani menjelaskan, perekonomian global saat ini mengalami berbagai guncangan dan tantangan.

Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan persisten, kondisi keuangan yang semakin ketat, perang Rusia-Ukraina, pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, dan ketidaksesuaian penawaran-permintaan semakin memperlambat prospek ekonomi global.

Meningkatnya kekhawatiran tentang harga pangan dan energi mengakibatkan tekanan biaya hidup di banyak negara, yang ikut serta menambah tekanan inflasi.

Baca juga: Inggris Diambang Resesi Setelah Ekonomi Negaranya Menyusut 0,3 Persen pada Agustus 2022

Selain itu, cuaca ekstrem akibat perubahan iklim menimbulkan risiko penurunan terhadap prospek ekonomi global, dan kenaikan harga energi juga menghambat jalan menuju transisi hijau.

“Kita sekarang menghadapi risiko yang terus meningkat dan Inflasi tinggi, kita berupaya menutup kerawanan energi dan pangan atau risiko krisis iklim dan geopolitik.

Banyak negara maju dan berkembang menaikkan suku bunga mereka secara signifikan, dengan ini menciptakan risiko limpahan di seluruh dunia,” ucap Sri Mulyani dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Washington, Amerika Serikat, Kamis (13/10/2022).

“Perang mengubah harga komoditas, serta meningkatkan atau menciptakan inflasi global. Kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas, tentunya menimbulkan resiko yang sangat besar bagi negara yang sudah dalam debt distress ini bukan hanya untuk negara berpenghasilan rendah tetapi juga negara berpenghasilan menengah dan bahkan negara maju,” sambungnya.

Sri Mulyani mengatakan, sejalan dengan tantangan ekonomi global saat ini, anggota G20 menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan berkelanjutan.

Dan tentunya untuk mengurangi efek luka pandemi untuk mendukung pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

Baca juga: Ancaman Krisis Pangan di 2023, Sri Mulyani: Perlu Kolaborasi dan Penanganan Segera

Seiring dengan tantangan yang semakin meningkat, G20 menekankan pentingnya menjaga respon kebijakan fiskal yang mampu bergerak cepat dan fleksibel, serta langkah-langkah pengendalian yang bersifat sementara dan tepat sasaran untuk menghindari tekanan inflasi yang tinggi.

“Tantangan ekonomi global yang kompleks ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan aksi kolektif dari G20.

Ini adalah kelompok 20 negara yang merupakan 85 persen dari perekonomian dunia yang seharusnya mampu melindungi mata pencaharian orang-orang yang terancam sambil juga membawa kata untuk keseimbangan berkelanjutan yang kuat dan pertumbuhan inklusif,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini