TRIBUNNEWS.COM - Kalangan nelayan menolak rencana pemberian konsesi kepada Vietnam, terkait perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Provinsi Aceh, Azwar Anas, mengatakan, pihaknya dengan tegas menolak rencana pemerintah memberikan konsesi kepada Vietnam.
Pemberian konsesi tersebut, dinilai merugikan nelayan dan kedaulatan negara.
"Jangan berikan konsesi buat Vietnam dalam perundingan penetapan batas ZEE dengan Vietnam, ini kerugian bagi Indonesia, karena kehilangan sebagian wilayah yang menjadi klaim Indonesia selama ini," kata Azwar Anas dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/10/2022).
Baca juga: Pertemuan Teknis Ke-15 Penetapan Batas ZEE Indonesia-Vietnam akan Dilaksanakan di Hanoi
Menurut Anas, klaim Indonesia di wilayah yang saat ini disengketakan, tepatnya di kawasan Laut Natuna Utara, sudah kuat secara hukum internasional.
"Indonesia dikabarkan telah memberikan konsesi atau pemberian hak bagi Vietnam, sementara Vietnam telah meninggalkan posisi dasar single boundary line-nya. klaim Indonesia atas wilayah laut itu sudah benar.
Metode penarikan garis pangkal yang digunakan Indonesia yaitu garis pangkal lurus kepulauan sudah sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam Pasal 47 Konvensi Hukum Laut 1982," kata Azwar Anas.
Anas menjelaskan, jika benar garis batas proposal Indonesia turun ke selatan hampir 65 persen dari total area yang terbentuk dari posisi klaim unilateral kedua negara, maka Indonesia berpotensi kehilangan wilayah laut yang cukup luas.
Terlebih, usulan Vietnam yang membagikan remaining area secara equal atau sama rata.
"Tentu ini akan sangat merugikan nelayan Indonesia yang selama ini beroperasi di wilayah Laut Natuna Utara. Lebih dari itu, ini juga akan menjadi ancaman bagi kedaulatan wilayah Indonesia,” tegas Anas.
Baca juga: Dinilai Berdampak Negatif, Serikat Nelayan Indonesia Tolak Konsesi ZEE untuk Vietnam
Anas menambahkan, KNTI berharap pemerintah tidak memberikan konsensi kepada Vietnam yang dampaknya bisa merugikan nelayan dan kedaulatan Indonesia.
"Posisi klaim kita sudah benar secara Konvensi Hukum Laut 1982, mestinya kita harus kukuh dengan hal tersebut, kita tentu tidak ingin kejadian lepasnya Sipadan-Ligitan terulang kembali,” pungkas Anas.