Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Defisit fiskal China mencapai rekor tertinggi sepanjang masa dalam sembilan bulan pertama tahun ini, karena wabah Covid-19 dan kemerosotan pasar perumahan terus mengikis pendapatan pemerintah.
Melansir dari Bloomberg, defisit anggaran untuk semua tingkat pemerintahan adalah 7,16 triliun yuan atau senilai 980 miliar dolar AS, berdasarkan data yang dirilis Kementerian Keuangan China hari ini, Selasa (25/10/2022).
Pihak berwenang China telah berjuang memenuhi kebutuhan tahun ini karena pemotongan pajak besar-besaran dan krisis pasar perumahan telah memangkas pendapatan pemerintah secara tajam.
Penguncian Covid-19 yang dilakukan berulang-ulang di kota-kota besar China telah menyedot banyak pengeluaran untuk mengendalikan penyebaran wabah dan uji coba atau tes Covid.
Pertumbuhan ekonomi China rebound 3,9 persen pada kuartal ketiga tahun ini, setelah penguncian di Shanghai dan kota-kota lain pada awal tahun mendorong produk domestik bruto (PDB) di kuartal kedua mendekati stagnasi.
Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan investasi di bidang infrastruktur, meskipun penjualan ritel melemah dan pengangguran meningkat.
Aktivitas di sektor jasa, yang menyumbang setengah dari ekonomi China, mengalami kontraksi pada bulan lalu untuk pertama kalinya sejak Mei.
Hal ini terjadi karena penguncian di kota-kota besar termasuk Chengdu, membuat konsumen tetap berada di rumah, tutupnya toko dan restoran, serta terhentinya perjalanan ke seluruh negeri.
Baca juga: Jumlah Pengangguran di China Meningkat di Tengah Naiknya Pertumbuhan Ekonomi Negeri Tirai Bambu
Total pendapatan dari anggaran dana masyarakat dan pemerintah adalah 19,9 triliun yuan dalam sembilan bulan pertama tahun ini.
Pendapatan masyarakat umum turun 6,6 persen dari tahun sebelumnya, melambat dari penurunan 8 persen dalam delapan bulan pertama.
"Itu dapat meningkat 4,1 persen jika bukan karena pemotongan pajak", kata kementerian keuangan China.
Sebagian besar keringanan pajak ditetapkan pada periode April sampai Juni. Pendapatan dari penjualan tanah turun 28,3 persen secara year-on-year (YoY) dalam sembilan bulan pertama tahun ini menjadi 3,85 triliun yuan.
Baca juga: Xi Jinping Jadi Presiden Lagi, Sederet Saham Teknologi China Kompak Anjlok
Pengembang properti tidak mau membeli tanah karena mereka bergulat dengan krisis likuiditas yang sedang berlangsung.