Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Bank sentral Turki memangkas suku bunga utamanya sebesar 150 basis poin meskipun inflasi negara itu mencapai lebih dari 83 persen pada September.
Pemangkasan yang dilakukan pada Kamis (20/10/2022), lebih tinggi dari perkiraan analis sebesar 100 basis poin, sehingga langkah itu mengejutkan banyak orang meskipun ini merupakan bulan ketiga Turki memotong suku bunga utamanya.
Dikutip dari CNBC, indeks harga konsumen Turki naik ke level tertinggi dalam 24 tahun terakhir sebesar 83,45 persen di September. Banyak penduduk Turki menyatakan harga barang-barang kebutuhan pokok dalam beberapa kasus telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan harga tahun lalu.
Kebijakan moneter, yang diarahkan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, didasarkan pada pengejaran pertumbuhan dan persaingan ekspor bukan untuk meredam inflasi yang tinggi.
Erdogan secara vokal mendukung keyakinan yang tidak lazim bahwa menaikkan suku bunga dapat meningkatkan inflasi, dan menyebut kenaikan suku bunga sebagai “the mother of all evil.”
Baca juga: 18 Negara Uni Eropa Kini Berjuang Melawan Inflasi Dua Digit
Kebijakan tersebut telah memicu kritik dan tanda tanya dari para ekonom, serta berkontribusi terhadap pelemahan mata uang Turki, Lira, yang telah kehilangan sekitar 28 persen nilainya terhadap dolar AS tahun ini.
Lira telah menyentuh level terendah sepanjang masa di 18,615 terhadap dolar AS. Mata uang Turki ini turun 50 persen terhadap dolar AS dalam setahun terakhir.
Sementara defisit Turki menyempit pada Agustus berkat bantuan dari pendapatan pariwisata, namun defisit masih mencatat 3,1 miliar dolar AS, menurut data dari Goldman Sachs.
“Lira tetap lemah, hasil riil rendah secara artifisial, inflasi melonjak dan transaksi berjalan tetap defisit. Ini telah menyebabkan investor internasional meninggalkan pasar obligasi mata uang lokal di Turki dalam beberapa tahun terakhir,” kata manajer portofolio di William Blair Investment Management, Daniel Wood.
Pemerintah Turki berusaha mengejar strategi alternatif untuk meningkatkan mata uangnya termasuk program untuk mendorong simpanan lira di bank, menjual dolar untuk liar yang ternyata malah menyusutkan cadangan devisanya, dan mendapatkan investasi serta bantuan dari negara-negara Teluk yang kaya untuk mendanai intervensi mata uangnya.
Turki juga tetap bersahabat dengan Rusia, menarik jutawan dan miliarder Moskow saat mereka berupaya menghindari sanksi Barat.
Baca juga: Kendalikan Inflasi, NFA Perkuat Kebijakan Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan
Strategi Pemilu
Ahli strategi pasar negara berkembang senior di BlueBay Asset Management, Timothy Ash mengatakan kebijakan moneter Turki dilakukan untuk memenangkan pemilihan umum yang diadakan pada Juli 2023.
“Kebijakan pro-pertumbuhan ini mungkin memenangkan Erdogan dalam pemilihan, tetapi mereka akan meningkatkan permintaan impor, melemahkan daya saing, dan tentunya secara besar-besaran meningkatkan defisit transaksi berjalan,” katanya.