Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia menghadapi masalah keterlambatan transisi energi bersih dibandingkan negara-negara lain.
Hal itu dikatakan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Drajad Wibowo dalam seminar hybrid Rabu (2/11/2022).
"Negara kita relatif masih jauh tertinggal dalam hal transisi ke energi bersih, kita lihat pembangkit listrik berbahan fosil itu 87,4 persen," ungkap Drajad.
Menurut Drajad, penggunaan listrik kotor di Indonesia bukan tidak membawa masalah ke depan.
Baca juga: Nigeria Segera Bangun Pabrik Pupuk Batubara dengan Lisensi Paten Milik Orang Indonesia
Persoalannya beberapa negara importir batu bara RI sudah menyatakan komitmen untuk mengurangi penggunaan batu bara.
Hal ini akan membawa dampak buruk bagi kinerja ekspor perdagangan komoditas yang selama ini mengandalkan batu bara.
"Kalau kita tidak menyiapkan diri untuk bertransisi ke energi bersih mungkin kita akan kena boikot lagi nanti, sekarang saja kita kena boikot kelapa sawit," tutur Drajad.
Dia menegaskan masih teringat jelas pada 2015, tisu Indonesia produk Asia Pulp & Paper Group (APP) diboikot Singapura.
APP terlibat dalam pembakaran hutan Sumatera yang memicu bencana asap di negara itu.
Drajad mengharapkan komoditas batu bara jangan sampai diboikot apalagi negara Indonesia masih sangat bergantung terhadap batu bara sebagai pembangkit tenaga listrik.
"Karena energi kita masih kotor, ini akan berisiko, untuk keuangan kita belum pernah kena boikot tapi untuk perdagangan kita sudah kena," tukas Drajad.