TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan sistem pembayaran menggunakan QRIS tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Payment sistem hari ini ramai, QRIS itu tidak dikenakan PPN sama seperti debit card dan transaksi lain,” kata Airlangga dalam pembukaan acara Launching of EPIC SALE di Alfamart Drive Thru Alam Sutera, Minggu (22/12/2024).
Airlangga menambahkan pihaknya selalu memantau perkembangan apa yang sedang ramai di masyarakat.
Menurutnya, PPN hanya dikenakan pada barangnya bukan pada sistem transaksinya.
Airlangga menjelaskan bahan pokok penting dan turunanya tidak akan dikenakan PPN.
Selain itu untuk sektor transportasi, pendidikan, dan kesehatan juga tidak dikenakan PPN kecuali hal yang khusus.
“Berita akhir-akhir ini banyak yang salah. Pertama urusan bahan pokok penting tidak kena PPN termasuk turunannya turunan tepung, terigu turunan minyak kita, turunan gula. Bayar tol juga tak kena PPN,” kata Airlangga.
Diberitakan sebelumnya, pembayaran transaksi menggunakan Quick Response Indonesian Standard atau QRIS akan ikut menyesuaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tahun depan.
Artinya, pembayaran transaksi menggunakan QRIS juga kena PPN 12 persen pada tahun 2025. Bagaimana perhitungannya?
Simak simulasi yang diberikan Kementerian Keuangan berikut ini.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menjelaskan, pengenaan PPN 12 persen sebab transaksi pembayaran melalui QRIS merupakan bagian dari jasa sistem pembayaran.
Hal tersebut termasuk dalam penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru. Sehingga, transaksi QRIS kena PPN 12 persen.
"Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant," jelas DJP Kemenkeu melalui keterangan resmi, dikutip Minggu (22/12/2024).
Sebagai contoh, misalnya pada Desember 2024, seorang bernama Pablo membeli TV seharga Rp 5 juta.
Atas pembelian tersebut, terutang PPN sebesar Rp 550.000, sehingga total harga yang harus dibayarkan oleh Pablo adalah sebesar Rp 5.550.000.
Atas pembelian TV tersebut, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pablo tidak berbeda baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya.
"Artinya, jasa sistem pembayaran melalui QRIS bukan merupakan objek pajak baru," tutup keterangan tersebut.
Sebagai informasi, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sesuai kesepakatan pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022, dan kemudian dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.